REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagian kaum muslimin tidak dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan karena uzur yang dia alami. Untuk itu, dia wajib mengganti puasa Ramadhan sebanyak hari di mana ia tak berpuasa dengan beberapa ketentuan qadha puasa.
Dikutip dari buku Fikih Bulan Syawal oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Siapa yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit atau bersafar (menjadi musafir), maka ia wajib mengqadha’ sesuai jumlah hari yang ia tidak berpuasa. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَۗ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah ayat 185).
Berikut beberapa aturan qadha puasa yang diringkas dari Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah:
1. Jika ada yang luput dari berpuasa selama sebulan penuh, ia harus mengqadha’ sebulan.
2. Boleh puasa pada musim panas diqadha’ pada musim dingin, atau sebaliknya.
3. Qadha’ puasa Ramadhan boleh ditunda.
4. Jumhur ulama menyatakan bahwa menunaikan qadha’ puasa ini dibatasi tidak sampai Ramadhan berikutnya (kecuali jika ada uzur). Aisyah sendiri baru sempat mengqadha’ puasa di bulan Sya'ban karena sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Apabila ada yang melakukan qadha’ Ramadhan melampaui Ramadhan berikutnya tanpa ada uzur, ia berdosa. Dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa
membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban.” (HR. Bukhari, no. 1950 dan Muslim, no. 1146).
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa
membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya'ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
6. Yang harus dilakukan ketika menunda qadha’ Ramadhan melampaui Ramadhan berikutnya adalah (1) mengqadha’ dan (2) menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa). Hal ini berdasarkan pendapat dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Fidyah ini dilakukan karena sebab menunda. Adapun fidyah untuk wanita hamil dan menyusui (di samping menunaikan qadha’) disebabkan karena kemuliaan waktu puasa (di bulan Ramadhan). Adapun fidyah untuk yang sudah berusia lanjut karena memang tidak bisa berpuasa lagi.
7. Yang menunda qadha’ puasa sampai melampaui Ramadhan berikut bisa membayarkan fidyah terlebih dahulu kemudian mengqadha’ puasa.