REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara memberlakukan penguncian nasional untuk mengendalikan wabah Covid-19 pertama yang diakui secara resmi oleh pemerintah pada Kamis (12/5). Selama dua tahun negara itu mengklaim memegang rekor sempurna nol kasus Covid-19.
Laporan kantor berita pemerintah Korea Utara KCNA menyatakan, tes sampel yang dikumpulkan dari sejumlah orang yang tidak ditentukan dengan demam di ibu kota, Pyongyang, Ahad (8/5), mengonfirmasi bahwa mereka terinfeksi varian omicron. Sebagai tanggapan, Kim selama pertemuan Politbiro partai yang berkuasa menyerukan penguncian kota dan kabupaten secara menyeluruh. Dia mengatakan, tempat kerja harus diisolasi untuk memblokir penyebaran virus.
Kim pun mendesak petugas kesehatan untuk meningkatkan upaya desinfeksi di tempat kerja dan rumah dengan memobilisasi persediaan medis cadangan. Dia pun meminta agar menstabilkan transmisi dan menghilangkan sumber infeksi secepat mungkin, sementara juga mengurangi ketidaknyamanan publik yang disebabkan oleh pengendalian virus. Menurut Kim, negara itu pasti akan mengatasi sebagai wabah yang tidak terduga karena pemerintah dan rakyatnya bersatu menjadi satu.
Dalam siaran televisi Pemerintah Korea Utara, Kim dan pejabat senior lainnya mengenakan masker ketika memasuki ruang pertemuan. Meskipun Kim melepas masker untuk berbicara ke satu set mikrofon, foto-foto yang didistribusikan oleh KNCA menunjukkan pemimpin Korea Utara itu membuka masker dan duduk di kepala meja dengan semua pejabat lainnya tetap bermasker.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang menangani urusan antar-Korea, tidak dapat segera mengonfirmasi apakah itu adalah pertama kalinya media pemerintah menunjukkan Kim mengenakan masker sejak awal pandemi. Namun, Korea Utara telah mempertahankan pengaturan antivirus yang ketat di perbatasannya selama lebih dari dua tahun dan tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang penguncian barunya.
Meski pengumuman penguncian telah diberlakukan, seorang fotografer //Associated Press// di sisi perbatasan Korea Selatan melihat lusinan orang bekerja di ladang pertanian atau berjalan di jalan setapak di kota perbatasan Korea Utara. Pemandangan itu menunjukkan penguncian yang diberlakukan tidak mengharuskan warga untuk tinggal di rumah atau membebaskan pekerjaan pertanian.
Pemerintah Korea Utara telah menghindari vaksinasi yang ditawarkan oleh program distribusi COVAX yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, mungkin karena vaksin tersebut memiliki persyaratan pemantauan internasional. Sedangkan Kementerian Unifikasi Seoul mengatakan negara itu bersedia memberikan bantuan medis dan bantuan lain ke Pyongyang berdasarkan pertimbangan kemanusiaan.
Kepala DPRKHEALTH.ORG atau sebuah situs web yang berfokus pada masalah kesehatan di Korea Utara, Ahn Kyung-su, mengatakan, Korea Utara mungkin menginginkan pengiriman internasional untuk pengobatan Covid-19. Namun, dia mengatakan, pengakuan Korea Utara tentang wabah itu juga kemungkinan dirancang untuk menekan rakyatnya lebih keras agar menjaga diri dari virus. Peringatan itu diperlukan karena China yang berbagi perbatasan yang panjang dengan Korea Utara telah menempatkan banyak kota di bawah penguncian karena masalah virus.
Selama ini, Korea Utara telah mengeklaim bebas dari penularan virus korona selama dua tahun, meski banyak pakar membantah itu. Namun, pejabat Korea Selatan mengatakan, Korea Utara kemungkinan telah menghindari wabah besar, sebagian karena melembagakan pengawasan penyebaran virus yang ketat hampir sejak awal pandemi.
Awal 2020, sebelum virus corona menyebar ke seluruh dunia, Korea Utara mengambil langkah-langkah keras untuk mencegah penyebaran virus dan menggambarkannya sebagai masalah keberadaan nasional. Negara itu langsung mengarantina orang-orang dengan gejala yang menyerupai Covid-19, menghentikan lalu lintas dan perdagangan lintas batas selama dua tahun, dan diyakini telah memerintahkan pasukan untuk menembak di tempat setiap pelanggar yang melintasi perbatasan.
Korea Utara telah menjadi salah satu tempat terakhir di dunia tanpa kasus Covid-19. Turkmenistan yang merupakan negara sama tertutup dan otoriter di Asia Tengah telah melaporkan kepada Organisasi Kesehatan Dunia tidak ada kasus, meskipun klaimnya juga secara luas diragukan oleh para ahli.
Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa negara kepulauan Pasifik yang mencegah virus dengan isolasi geografis telah melaporkan kasus pertama. Hanya Tuvalu, dengan populasi sekitar 12 ribu, yang lolos dari virus sejauh ini, sementara beberapa negara lain, seperti Nauru, Mikronesia, dan Marshall Islands telah menghentikan kasus di perbatasan dan menghindari wabah komunitas.