REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui ada lima warga negara Indonesia (WNI) yang jadi fasilitator keuangan ISIS. Anggota Komisi I DPR RI, M Farhan, mengaku prihatin adanya temuan tersebut.
"Tentu saja kami sangat prihatin bahwa ada WNI yang secara aktif terlibat dalam pendanaan jaringan terorisme internasional," kata Farhan kepada Republika.co.id, Kamis (12/5/2022).
Namun Farhan menilai lima WNI tersebut hanyalah pion kecil dalam pengelolaan keuangan teroris global. Karena itu dirinya sangat berharap pemerintah mengungkap pengelola dana terorisme di Indonesia.
"Lima WNI tersebut hanyalah pion kecil dalam percaturan global yang mengelola keuangan untuk teroris, jadi saya pun sangat berharap otoritas penegak hukum (khususnya counter terorism) di Indonesia, bisa mengungkap juga aktor intelektual pengelola dana terorisme di Indonesia," jelasnya.
Namun demikian adanya sanksi internasional terhadap lima WNI tersebut dinilai wajar. Sebab mereka adalah pelaku pelanggaran hukum yang juga telah divonis bersalah pengadilan di Indonesia.
Politisi Partai NasDem itu mengatakan dengan fokus pada pengembangan jaringan, lima WNI tersebut adalah bagian dari sebuah jaringan yang lebih besar. Apalagi nilai jumlah uang yang digunakan nilainya sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai peredaran uang terorisme internasional.
"Maka menjadi kewajiban Counter ISIS Finance Group untuk mengungkapkan, siapa sebenarnya pengelola keuangan raksasa berskala Global yang digunakan akan untuk membiayai ISIS yang sekonyong-konyong merajalela di Dunia ini," tuturnya.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui lima orang WNI sebagai teroris asing. Kelimanya dijatuhi sanksi oleh Pemerintah Amerika Serikat atas perannya sebagai fasilitator keuangan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Pemerintah Amerika Serikat sebelumnya telah mengomunikasikan pencantuman ini kepada Pemerintah Indonesia. Mereka berkeinginan memasukkan nama-nama tersebut ke dalam daftar UN Sanctions List on ISIL and Al Qaeda (daftar hitam sanksi AS terkait ISIS dan Alqaeda).
"Pencantuman nama ini tentunya sesuai dengan semangat yang terkandung dalam UU No.9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, dalam siaran pers kepada Media, Rabu (11/5/2022).
Pemerintah Indonesia, kata Ahmad, akan menindak lanjuti sesuai dengan otoritas dan wewenang yang ada berdasarkan UU No.9/2013. "BNPT terus berkoordinasi dengan lembaga terkait melalui Satgas Foreign Terorist Fighters (FTF)," kata Nurwakhid.
Dia mengatakan BNPT sudah memiliki Satgas Penanggulangan FTF yang dipimpin Kepala BNPT sebagaimana keputusan Kemenkopolhukam.
Nurwakhid menjelaskan lima WNI bernama Dwi Dahlia Susanti, Rudi Heryadi, Ari Kardian, Muhammad Dandi Adhiguna, dan Dini Ramadhani.
Kelimanya terafiliasi dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Mereka ada yang masih dan sudah selesai menjalani masa tahanan.
“BNPT mengetahui bahwa profil kelima WNI tersebut memang terlibat FTF ISIS, ada yang masih di dalam penjara dan ada juga yang sudah keluar,” ungkap Nurwakhid.