REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science Translational Medicine menunjukkan bahwa menggunakan obat antiinflamasi seperti ibuprofen untuk mengobati nyeri akut sebenarnya malah dapat memperpanjang rasa sakit. Ibuprofen umumnya direkomendasikan untuk mengobati nyeri punggung jangka pendek yang biasanya membaik dalam beberapa pekan atau bulan.
Hanya saja, belum banyak yang diketahui tentang mengapa rasa sakit tetap ada pada beberapa pasien, sementara yang lainnya membaik. Kini, penelitian telah menemukan bahwa pasien yang menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), seperti ibuprofen, untuk nyeri punggung bawah memiliki risiko 1,76 kali lipat lebih tinggi terkena nyeri kronis.
Meskipun biasanya dikaitkan dengan rasa sakit, para ahli mengatakan bahwa peradangan mungkin memainkan peran pencegahan dalam menghentikan rasa sakit akut menjadi masalah jangka panjang. Penelitian yang dipimpin oleh McGill University di Kanada itu mengamati 98 pasien dengan nyeri punggung bawah selama tiga bulan.
Jika dibandingkan dengan pasien yang nyerinya menetap, mereka yang nyerinya reda memiliki respons peradangan yang lebih tinggi, yang didorong oleh sel darah putih neutrofil. Percobaan pada tikus kemudian menunjukkan bahwa pengobatan dengan NSAID tampaknya memperpanjang rasa sakit, sementara obat penghilang rasa sakit lainnya seperti lidokain anestesi lokal tidak memiliki efek seperti itu.
Terakhir, data dari peserta Biobank Inggris yang menderita sakit punggung menunjukkan risiko sakit kronis 1,76 kali lipat lebih tinggi bagi mereka yang menggunakan NSAID.
"Meskipun analgesik manjur pada titik waktu awal pengelolaan peradangan akut, pemberiannya mungkin kontraproduktif untuk hasil jangka panjang bagi penderita nyeri punggung bawah," kata para peneliti dalam sebuah makalah studi dilansir Express, Kamis (12/5/2022).
Mengomentari temuan tersebut, ketua ilmu kesehatan populasi di University of Dundee, Blair Smith, mengatakan bahwa penelitian tersebut adalah pengetahuan yang sangat baik. Dia menjelaskan, penelitian itu berhasil mengungkap bahwa faktor-faktor yang terkait dengan respons inflamasi normal justru cenderung melindungi orang dengan nyeri punggung akut agar tidak menjadi kronis.
Selian itu, penelitian tersebut juga menguji hipotesis dengan melihat apakah pengurangan peradangan buatan menyebabkan nyeri berkepanjangan pada tikus. Ternyata, hasilnya memang demikian.
"Mereka kemudian menguji apakah obat yang diketahui dapat meredam peradangan dikaitkan dengan rasa sakit jangka panjang pada manusia, dan itu terbukti menjadi masalahnya," ujar Smith.