REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Myanmar mengumumkan pada Kamis (12/5/2022), akan melanjutkan penerbitan visa bagi pengunjung dalam upaya membantu industri pariwisatanya yang hampir mati. Industri wisata negara itu hancur akibat pandemi virus corona dan kerusuhan politik yang kejam.
Menurut pemberitahuan pemerintah di surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah, "e-Visas" turis akan disediakan secara daring mulai 15 Mei. Peluncuran ini sebagai langkah yang juga dimaksudkan untuk menyelaraskan pariwisata dengan negara-negara tetangga.
Pengunjung memerlukan sertifikat vaksinasi, hasil negatif dari tes RT-PCR Covid-19 yang diambil sesaat sebelum penerbangan, dan polis asuransi perjalanan. Pengunjung juga harus mengikuti tes cepat ATK setelah tiba.
Myanmar pada 1 April telah kembali mengeluarkan visa bisnis dan pada 17 April mencabut larangan penerbangan komersial internasional. Hanya saja, negara ini telah berhenti mengeluarkan visa dan menangguhkan kedatangan penerbangan pada Maret 2020.
Myanmar menampung 4,36 juta kedatangan pengunjung pada 2019 atau sebelum pandemi. Namun, jumlahnya turun menjadi 903.000 pada 2020, tahun terakhir dengan statistik resmi tersedia.
Pariwisata adalah sumber pendapatan penting bagi sebagian besar negara Asia Tenggara, tetapi melarang hampir semua pengunjung asing setelah pandemi virus korona dimulai pada awal 2020. Dalam enam bulan terakhir sebagian besar wilayah telah dibuka kembali dan secara bertahap menghapus sebagian besar atau semua persyaratan pengujian.
Pandemi dan ketidakstabilan politik telah menghantam ekonomi Myanmar, yang mendapat tekanan lebih besar oleh sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat. Mereka menargetkan kepemilikan komersial yang dikendalikan oleh tentara yang merebut kekuasaan pada Februari 2021 dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.