REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, dalam kasus LGBT. Pemerintah tidak bisa melepaskan tanggung jawab untuk menjaga moralitas masyarakat dan menjaga ketertiban umum.
"Argumentasi kekosongan hukum atau alasan kebebasan, demokrasi, dan hak asasi tentu tidak bisa digunakan untuk membiarkan perilaku yang jelas-jelas menyimpang di masyarakat,” kata Jazuli dalam siaran persenya, Jumat (13/5).
Pernyataan Jazuli disampaikan untuk menyikapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD. Menko Polkam menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa menjerat pelaku LGBT karena tidak adanya hukum yang mengaturnya. Mahfud MD mengatakan, demokrasi harus diatur dengan hukum (nomokrasi). Sementara, LGBT dan penyiarannya itu belum diatur oleh hukum (sehingga) bukan menjadi kasus hukum.
"Tidak adanya aturan hukum yang menjerat pelaku/perilaku LGBT justru menjadi tugas negara untuk mengaturnya demi menegakkan moralitas dan ketertiban umum karena demikianlah fungsi utama dari hukum,” kata Jazuli.
Baca juga : Anggota Dewan Ingatkan Tak Ada Ruang Ekspos Perilaku LGBT di Indonesia
Atas dasar itulah, lanjut Jazuli, beberapa waktu yang lalu Fraksi PKS menolak disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurut dia, PKS menolak RUU TPKS karena tidak komprehensif melarang segala bentuk tindak pidana kesusilaan termasuk LGBT dan perzinaan.
Jazuli mengatakan, Fraksi PKS menginginkan agar RUU TPKS disahkan bersamaan dengan revisi KUHP yang menegaskan larangan LGBT dan perzinahan. Alasannya fenomena LGBT sudah meresahkan dan mengancam moralitas dan ketertiban masyarakat.
Anggota Komisi I DPR ini menegaskan, di atas kewajiban negara untuk menegakkan hukum, negara memiliki tanggung jawab menjaga moralitas masyarakat dan ketertiban umum. Gerakan dan paham LGBT sering mendasarkan diri pada HAM dan masalah privat, padahal dalam konteks Indonesia hak asasi dibatasi oleh undang-undang yang menimbang nilai moral agama dan budaya.
"Negara kita tidak menganut kebebasan yang tanpa batas. Hal itu jelas merupakan amanat UUD 1945 yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Pasal 28 J menegaskan bahwa kebebasan individu diikat oleh nilai-nilai Pancasila dan dibatasi oleh undang-undang, dalam rangka menghormati hak orang lain, pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum,” ujar Jazuli.
Baca juga : ‘Sudah Seharusnya Semua Promosi LGBT di Semua Media Dilarang’
Anggota DPR Dapil Banten ini mengatakan, bagi masyarakat Indonesia, LGBT bukan masalah perbedaan orientasi seksual, seperti yang didengungkan para aktivis HAM yang mendukungnya. LGBT merupakan penyimpangan seksual yang melanggar nilai Pancasila, moral agama, dan budaya luhur bangsa.
Hubungan di antara pelaku LGBT juga melanggar UU Perkawinan. UU ini menyebut bahwa perkawinan yang sah harus di antara beda jenis, antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai tuntunan agama, untuk menjaga keturunan, dan kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara.
"Kita juga punya UU ITE yang mengatur konten media sosial tidak boleh bermuatan pornografi/pornoaksi, tidak boleh berisi hal-hal yang meresahkan, serta melanggar norma dan etika masyarakat," kata Jazuli.
Di sinilah negara harus hadir mengingatkan, mengedukasi, hingga mengambil tindakan tegas sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 serta perintah undang-undang. Negara harus bergandengan tangan dengan elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, ulama, pendidik, public figure, dan lain-lain untuk memberikan pesan kuat bahwa LGBT adalah masalah serius yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
“Jangan sampai justru ada kesan permisif dan apologetik,” kata Jazuli.
Baca juga : Tolak Peran Besar, 'Insting' Aktor-Aktor Ini Dinilai Tepat