REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sepakat untuk menjalin kerja sama mengawal agenda politik 2024 ke depan melalui Koalisi Indonesia Bersatu. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai, kelanggengan koalisi Indonesia Bersatu sangat bergantung dengan Partai Golkar.
"Kelanggengan koalisi mereka bergantung pada Golkar, jika tidak ada sengketa soal tokoh yang akan diusung, dan semua solid memgarah pada Airlangga, maka bisa berjalan," kata Dedi kepada Republika, Jumat (13/5).
Sebaliknya, jika kemudian internal Golkar sendiri tidak solid, maka ada peluang koalisi tersebut selesai di tengah jalan. Terlebih, Golkar berada dalam ancaman konsistensi di internalnya.
"Munaslub itu yang saya sebut ancaman konsistensi internal Golkar, jika munaslub tidak terselenggara, dan Golkar tetap solid, maka akan berdampak pada koalisi, tetapi jika Airlangga gagal pertahankan kepemimpinan di Golkar, peluang koalisi pecah itu terbuka," terangnya.
Dedi menilai, Golkar bukan tanpa perhitungan memilih PAN dan PPP untuk diajak membentuk koalisi Indonesia Bersatu. PAN dan PPP merupakan parpol kelas bawah sehingga Airlangga dinilai punya tawar yang cukup kuat.
"Jika kemudian hari ada koalisi lain dengan tokoh lebih kuat, itu juga bisa memicu selesainya koalisi sebelum Pemilu 2024. Kecuali, Golkar tidak memaksakan kehendak mengusung Airlangga, maka ini bisa jauh lebih baik," ungkapnya.
Selain itu, Dedi memandang sulit koalisi Indonesia Bersatu bisa menang jika mengusung Airlangga Hartarto sebagai capres. Sekalipun jika nantinya PKB masuk dan memasangkan Airlangga dengan Muhaimin Iskandar, namun hal tersebut dinilai belum cukup kuat menghadapi PDIP dan Gerindra, atau Nasdem dan Demokrat
"Jika elektabilitas Airlangga tak kunjung menjanjikan, maka bukan tidak mungkin mereka akan ambil tokoh di luar koalisi, itu jauh lebih baik. Andai saja semisal secara mengejutkan membajak Ganjar Pranowo, ini akan sangat baik untuk mereka," ujarnya.