Jumat 13 May 2022 20:21 WIB

Dirjen Migas: Gas Bumi Seimbangkan Pemenuhan Kebutuhan Energi

Pengembangan gas bumi diperlukan untuk dekarbonisasi sektor energi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gas bumi memainkan peranan penting sebagai sumber energi transisi di tengah meningkatnya permintaan energi primer global serta target pencapaian Net Zero Emission (NZE). Pemerintah Indonesia pun tengah gencar memperluas investasi proyek gas dengan mengintegrasikan pasar di wilayah Asia, Amerika dan Eropa.
Foto: istimewa
Gas bumi memainkan peranan penting sebagai sumber energi transisi di tengah meningkatnya permintaan energi primer global serta target pencapaian Net Zero Emission (NZE). Pemerintah Indonesia pun tengah gencar memperluas investasi proyek gas dengan mengintegrasikan pasar di wilayah Asia, Amerika dan Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gas bumi memainkan peranan penting sebagai sumber energi transisi di tengah meningkatnya permintaan energi primer global serta target pencapaian Net Zero Emission (NZE). Pemerintah Indonesia pun tengah gencar memperluas investasi proyek gas dengan mengintegrasikan pasar di wilayah Asia, Amerika dan Eropa.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menegaskan, pentingnya gas bumi sebagai sumber energi keseimbangan di masa transisi energi. "Transisi energi bersih harus dilakukan secara komprehensif dalam berbagai tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan untuk memastikan transisi berjalan lancar dan ketahanan energi tidak terganggu," kata Tutuka pada acara Webinar G20 Side Event Series: Escalating The Role of Gas in Energy Transition di Jakarta, Rabu (11/5).

Netralitas karbon sesuai tuntutan global, sambung Tutuka, diharapkan bisa tercapai dengan meningkatkan peranan gas bumi melalui kerja sama internasional pada negara G20. "Investasi dalam proyek gas alam perlu ditingkatkan secara global untuk mendorong penggunaan gas alam yang lebih besar. Penting juga untuk mendorong integrasi pasar gas di antara tiga wilayah terbesar gas alam yaitu Asia, Amerika Utara dan Eropa," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chair ETWG Yudo Dwinanda Priadi. Menurutnya, kelebihan gas bumi bisa menjadi sumber energi yang mudah disimpan, pilihan rendah karbon, dan mampu menyediakan pasokan energi yang fleksibel dan tidak terputus. "Tidak dapat disangkal bahwa semua negara menghadapi kebutuhan mendesak untuk pemulihan berkelanjutan pascapandemi sambil mengurangi dampak buruk perubahan iklim seperti bencana cuaca ekstrem," kata Yudo pada kesempatan yang sama.

Selain mendorong inovasi, energi gas dapat menjadi elemen penghubung dalam pengembangan sumber energi terbarukan, termasuk pengembangan hidrogen. Khusus di Uni Eropa, gas alam merupakan elemen penting untuk mendorong dan meningkatkan transportasi dan produksi hidrogen sebagai energi bersih terdepan dalam mencapai netralitas karbon. 

Hidrogen yang dihasilkan dari energi gas dapat menjadi komplementer dengan hidrogen yang dihasilkan oleh energi terbarukan, untuk mengantisipasi efektivitas biaya. Ini bahkan dipertimbangkan dalam Strategi Uni Erope untuk mencapai Emisi Nol Bersih," ungkap Yudo.

Bahkan Yudo menyoroti peranan gas bumi di Global South dalam pengembangan industri bersih serta menekan kemiskinan energi (energy poverty). "Ada sekitar 760 juta populasi global tanpa akses listrik yang memadai. 2,5 miliar orang tanpa akses memasak yang bersih sehingga gas dapat menawarkan solusi yang menguntungkan untuk memerangi kemiskinan ini," tuturnya.

Tak hanya itu, pengembangan gas alam baru diperlukan dan dapat melengkapi dekarbonisasi sektor energi, tentunya dengan bantuan Carbon, Capture Utilization Storage (CCUS). "Laporan PBB menunjukkan bahwa CCUS dapat membawa prospek yang menjanjikan bagi gas alam untuk berkolaborasi dengan energi terbarukan dalam mempercepat dekarbonisasi. Selain itu, gas dengan CCUS berpotensi mengatasi pengurangan emisi di sektor industri berat yang hard-to-abate (pemakaian energi fosil)," ungkap Yudo.

Melului pendekatan yang berbeda di masing-masing negara, kebutuhan gas bumi di Indonesia juga semakin meningkat sejak pertama kali diproduksi tahun 1965. Saat ini, lebih dari 60 persen produksi gas Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi gas bumi ditargetkan mencapai 24 persen dalam bauran energi nasional 2050. "Cadangan gas menjadi faktor penentu porsi tersebut," ungkap Tutuka.

Total, sebanyak 62,39 TSCF cadangan gas tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengundang semua calon investor untuk berkontribusi dalam mengembangkan cadangan. 

"Pemerintah menawarkan kemudahan berusaha dan fasilitas pendukung bagi investor, mulai dari regulasi, perizinan, hingga insentif fiskal dan nonfiskal," paparnya.

Sementara itu, sektor industri, listrik, dan pupuk merupakan konsumen gas terbesar di Indonesia. Sementara itu, sekitar 22,5 persen diekspor dalam bentuk LNG, dan 13,13 persen diekspor melalui pipa. 

Total konsumsi gas mencapai 5.734,43 BBUTD. Untuk menjaga ketahanan energi, Indonesia menargetkan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia, diperkirakan ada potensi surplus untuk memasok kebutuhan industri baru di dalam negeri atau untuk diekspor.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement