REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan masih ada kepala daerah yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memperoleh keuntungan pribadi dari pemberian izin usaha. Kemarin KPK kembali meringkus seorang kepala daerah terkait dugaan gratifikasi izin usaha.
"Tentu dengan kejadian hari ini yang begitu terus berulang, KPK merasa penuh keprihatinan karena masih ada kepala daerah yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara-cara tidak sah dengan cara pemberian izin usaha," kata Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat (13/5), dalam konferensi pers penetapan penetapan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) sebagai tersangka.
RL menjadi tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon, Maluku dan penerimaan gratifikasi. Ia mengatakan pemberian izin usaha seharusnya menjadi sarana untuk mendorong kemajuan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
"Karena kita sadar dengan mudah memberikan izin, maka usaha akan menggeliat, kesempatan bekerja akan terbuka tentu juga pendapatan masyarakat akan meningkat dan itu pasti akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat," ujarnya.
Selain itu, kata dia lagi, KPK juga mengimbau kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya dengan menerapkan prinsip-prinsip usaha yang jujur agar tercipta iklim usaha yang sehat, kompetitif, dan menghindari praktik-praktik korupsi. "Perizinan usaha juga menjadi fokus area KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi, baik melalui pendekatan strategi pendidikan, pencegahan maupun penindakan," ujar Firli.
Selain Richard, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni staf tata usaha pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon. Atas perbuatannya, tersangka Amri selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.