REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Nyarwi Ahmad memandang kesepakatan koalisi di antara Golkar, PAN, dan PPP berpotensi memberikan warna baru. Wahana tersebut akan membedakan arus serta dinamika politik Pilpres 2024 dengan Pilpres 2019.
"Pertemuan ketiganya sangat potensial memberikan warna baru yang menjadikan arus dan dinamika politik jelang Pilpres 2024 bisa berbeda dengan yang pernah terjadi menjelang Pilpres 2019 lalu," kata Nyarwi, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (14/5).
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) ini menilai koalisi tersebut menyiratkan empat hal. Pertama, kata dia, koalisi dari partai-partai politik (parpol) yang tidak memiliki tokoh-tokoh populer dengan tingkat elektabilitas yang dapat diandalkan untuk memenangkan Pilpres 2024 itu, dapat memunculkan dua konsekuensi bagi para tokoh yang populer dan memiliki elektabilitas oleh data survei lembaga-lembaga survei yang kredibel.
Konsekuensi pertama, menurut Nyarwi, adalah tokoh-tokoh potensial yang populer dan memiliki potensi akselerasi elektabilitas bagus, namun bukan ketua umum partai, akan berpeluang besar untuk dapat dicalonkan dari koalisi yang dibangun oleh Golkar, PAN, dan PPP. "Sebaliknya, jika ketiga partai ini bersepakat untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres dari kalangan pemimpin ataupun tokoh partai tersebut, maka peluang mereka untuk mendapatkan tiket capres atau cawapres dari koalisi ketiga partai ini akan lenyap," ujar dia pula.
Meskipun begitu, Nyarwi menilai, berdasarkan popularitas dan elektabilitas pimpinan Partai Golkar, PAN, dan PPP, kondisi yang kedua tersebut berkemungkinan kecil untuk terjadi. Kemungkinan yang terjadi adalah ketiga partai akan melakukan konvensi untuk mendapatkan capres yang paling potensial memenangkan Pilpres 2024.
Namun untuk posisi cawapres, ujar dia, kemungkinan diisi oleh salah satu dari tiga ketua umum parpol ini. "Dari ketiganya, peluang Airlangga Hartarto untuk dicalonkan sebagai cawapres tampaknya paling besar," ujar Nyarwi.
Selanjutnya, hal kedua yang tersirat dari koalisi Golkar, PAN, dan PPP adalah kemungkinan munculnya dinamika internal masing-masing partai ataupun eksternal antarpartai di Senayan yang semakin memanas guna memaksimalkan peluang dalam Pilpres 2024. Hal ketiga menunjukkan bahwa peran partai dalam mewarnai kandidasi hingga pemenangan dalam Pilpres 2024 akan berbeda dengan Pilpres 2019. Alasannya partai-partai jauh lebih menguat dibandingkan dengan para tokoh atau komunitas relawan pendukung tokoh-tokoh populer.
"Keempat, pertemuan ini juga mengindikasikan bahwa bursa pertarungan Pilpres 2024 kemungkinan besar akan diramaikan dengan tiga atau empat episentrum koalisi partai," ujar Nyarwi.
Melalui koalisi tersebut, katanya pula, pimpinan Golkar seolah ingin menunjukkan bahwa partainya adalah salah satu kelompok penting yang dapat bermain dalam memenangkan Pilpres 2024. Nyarwi pun menyampaikan Golkar, PAN, dan PPP dapat berkembang menjadi satu episentrum koalisi parpol yang solid karena memiliki dua kelebihan, yaitu berkarakter mesin organisasi politik yang berbeda dan memiliki segmen pasar elektoral atau pemilih yang heterogen.
"Dua kondisi semacam itu bisa menjadi modal penting untuk memenangkan Pilpres 2024. Dua kondisi ini juga menjadikan mereka saling melengkapi satu sama lain," kata Nyarwi.
Sementara di luar Golkar, Nyarwi mengatakan ada tiga partai lain dapat menjadi episentrum koalisi, yaitu NasDem, PDIP, dan Gerindra. Menurutnya, tiga partai itu akan membangun episentrum koalisi sendiri.