REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden pertama RI, Sukarno beberapakali lolos dari upaya pembunuhan. Salah satunya adalah percobaan pembunuhan yang terjadi saat sholat Idul Adha, pada 14 Mei 1962.
"Saat itu, Bung Karno sedang salat Idul Adha di Istana Jakarta, pas memasuki rakaat kedua tiba-tiba saja ada tembakan," kata Ketua DPR, yang juga cucu Sukarno, Puan Maharani, memulai kisah percobaan pembunuhan tersebut, Sabtu (14/5/2022).
Tembakan itu, kata Puan dalam rilisnya, berasal dari empat orang yang ada di barisan atau saf ke empat. Untungnya, para penembak itu kesulitan membidik sasaran. "Mereka kesulitan karena melihat dua orang yang mirip dengan Bung Karno," kata Puan.
Sang proklamator pun lolos dari maut. Namun, nasib naas dialami dua anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden, yaitu, Soedrajat dan Soesilo. "Mereka terluka dalam peristiwa itu," kata Puan.
Tidak hanya mereka, Ketua DPR KH Zainul Arifin juga ikut terluka. Sebuah peluru menyerempet bahu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Saat shalat Idul Adha waktu itu, Ketua PBNU KH Idham Chalid bertindak sebagai imam, sementara khotibnya adalah wakil menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan/KSAD Abdul Harris Nasution.
Ketika mendirikan Shalat Id yang dimulai sekitar pukul 7.50 WIB tersebut, Sukarno berada di barisan terdepan jamaah. Di sebelah kirinya ada Abdul Harris Nasution. Di Samping Nasution ada KH Zainul Arifin. Di Samping Kiai Zainul ada KH Saifuddin Zuhri.
Keempat penembak Bung Karno itu belakangan divonis mati. Mereka adalah Sanusi Firkat, Djajapermana, Kamil, dan Napdi. Tetapi ketika disodorkan dokumen untuk membubuhkan tandatangan eksekusi, Bung Karno tidak sampai hati.
"Karena kakek saya waktu itu meyakini bahwa pembunuh yang sesungguhnya adalah orang-orang yang menjadi dalang perbuatan itu,” kata mantan Menko PMK ini.