REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyampaikan, rata-rata tangki minyak sawit (CPO) milik pabrik hanya mampu menampung pasokan hingga akhir bulan. Pasokan minyak sawit terus menumpuk lantaran pemerintah masih menerapkan larangan ekspor CPO dan turunannya.
Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono, menyampaikan, tangki-tangki di beberapa perusahaan perkebunan sudah mulai akan penuh hingga pertengahan bulan.
Rata-rata kapasitas tangki CPO di kebun 5 juta ton per bulan. Adapun, produksi CPO per bulan mencapai sekitar 3,5 juta ton.
"Kemungkinan akhir bulan ini (Mei) lebih dari 50 persen tangki pabrik sudah penuh, kalau terjadi demikian maka operasional berhenti dan kebun akan stop panen," kata Eddy kepada Republika.co.id, Ahad (15/5/2022).
Eddy mengatakan, saat ini juga terdapat indikasi perusahaan perkebunan mulai kesulitan menjual CPO. Itu terlihat banyaknya tender pada pekan lalu yang tidak terjual.
Situasi yang terjadi saat ini, jika terus dibiarkan akan memberikan dampak pada disetopnya pembelian tandan buah segar (TBS) sawit petani. "Walaupun, saat ini PKS sudah mulai mengurangi pembelian TBS," kata Eddy.
Larangan ekspor CPO mulai diterapkan pemerintah sejak 28 April 2022. Kebijakan itu ditempuh untuk memastikan kecukupan pasokan nasional minyak goreng.
Pangsa pasar ekspor CPO Indonesia yang didominasi oleh ekspor memberikan tekanan kepada para produsen, termasuk petani. Dari rata-rata produksi CPO per tahun sebanyak 49 juta ton, sebanyak 65 persen diserap oleh pasar luar negeri sedangkan 35 persen untuk dalam negeri.
Eddy mengatakan, kerugian dari larangan ekspor, utamanya hilangnya potensi penerimaan devisa ekspor sawit yang selama ini berkontribusi besar. "Begini saja, devisa ekspor kita per bulan 3 miliar dolar AS, itu belum pajak dan lainnya," katanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi, menambahkan, daya tampung tangki CPO yang hanya mampu bertahan hingga dua pekan lagi. Jika tidak segera dibuka keran ekspor, maka tidak lagi ada tangki penampung CPO dan menghambat pembelian TBS dari petani.
"Tentu kami berharap ini tidak terjadi dan pemerintah segera menormalisasi iklim usaha sektor kelapa sawit dengan membuka kembali keran ekspor CPO," ujarnya.