REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku bakal melakukan pengusutan terkait dugaan perintangan penyidikan dalam kasus yang menjerat Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (RL). Tersangka korupsi itu sempat meminta penundaan pemeriksaan sebagai tersangka dengan alasan sakit.
Namun, pada akhirnya KPK menjemput paksa tersangka Richard Louhenapessy di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Barat. Penjemputan dilakukan setelah KPK melakukan pengintaian terhadap tersangka yang diketahui sempat berjalan-jalan ke sebuah mal ketika beralasan sakit.
Tersangka Richard diketahui hanya mencabut jahitan dan menerima suntikan antibiotik di rumah sakit. Melihat hal itu, KPK mengaku akan mendalami adanya oknum dokter maupun rumah sakit yang diduga membantu Richard mengeluarkan keterangan sakit sebagai alasan penundaan pemeriksaan.
"Kalau misalnya tim dokter hanya membuat suatu alasan ya ini akan berbahaya bagi tim dokter tersebut, dikatakan sebagai pihak yang ikut menghalang-halangi," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto di Jakarta, Ahad (15/5).
Karyoto menjelaskan, penjemputan paksa dilakukan setelah KPK melayangkan panggilan kedua terhadap tersangka dimaksud. Namun, tersangka mengaku berhalangan dengan alasan sakit. Dia melanjutkan, KPK kemudian berkonsultasi dengan dokter untuk menanyakan dan memastikan kondisi kesehatan Richard.
"Pada saat dalam pengawasan kemarin itu hanya cabut jahitan dan suntik antibiotik. Kemudian masih sempat jalan-jalan di mal, artinya ini dalam keadaan sehat," katanya.
"Dalam istilah perundang-undangan, sakit itu alasan yang patut dan wajar sesuai dengan keadaan. Namun kalau sakit ini hanya dijadikan alasan bisa menjadi hal merugikan bagi yang bersangkutan (tersangka)," kata Karyoto lagi.
Seperti diketahui, Wali Kota Richard Louhenapessy resmi ditetapkan sebagai tersangka suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan Gratifikasi. Suap tersebut dilakukan bersama dengan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan Karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR).
Suap diberikan agar pemkot dapat segera menerbitkan berbagai permohonan izin diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Tersangka Richard meminta uang dengan minimal nominal Rp 25 juta untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan.
Uang diberikan menggunakan rekening bank milik tersangka Andrew Erin Hehanussa yang merupakan orang kepercayaan Richard. Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, tersangka Amri diduga kembali memberikan uang Rp 500 juta kepada Richard yang diberikan secara bertahap menggunakan rekening serupa.
"RL diduga pula juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Ketua KPK, Firli Bahuri.
Atas perbuatannya, tersangka Amri disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 a atau pasal 5 ayat 1 huruf B atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor. Sedangkan tersangka Richard Louhenapessy dan Andrew Erin Hehanussa disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan atau pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999.