REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua bersama guru bimbingan dan konseling (BK) perlu berkolaborasi memantau risiko kecanduan gawai pada remaja. Menurut Widyaiswara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ana Susanti, guru BK harus bekerja sama dengan orang tua mengenali tanda dan gejala awal yang mengarah atau berisiko tinggi kecanduan itu.
"Guru BK perlu melakukan intervensi yang diperlukan untuk mencegah atau menemukan dampak merugikan dari penggunaan smartphone," ujar dia dalam webinar Remaja dan Gawai yang diselenggarakan Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB), Sabtu (14/5/2022).
Gawai sendiri sebenarnya tak selalu berdampak buruk pada remaja. Hal ini salah satunya ditunjukkan survei dilakukan Gregorio Serra dari Unit of Pediatrics di Campus Bio-Medico University, Roma, Italia pada Juli 2021 mengenai seberapa sering smartphone digunakan anak dan remaja selama pandemi COVID-19.
Survei yang melibatkan sekitar 5.000 orang berusia 14-18 tahun itu memperlihatkan adanya perubahan tujuan penggunaan smartphone di kalangan remaja yakni pada koneksi manusia, pembelajaran dan hiburan. Survei menunjukkan penggunaan smartphone memberikan dukungan psikologis dan sosial selama pandemi COVID-19 sebagai akibat dari tindakan pengendalian infeksi virus.
Di sisi lain, gawai memberikan dampak negatif yakni peningkatan signifikan dari penggunaan berlebihan dan kecanduan. Sebelum pandemi, yang risiko mengalami kecanduan itu lebih tinggi tetapi setelah pandemi risikonya lebih rendah.
Menurut Ana, khusus dalam menanggulangi kecanduan anak pada gawai ada sebuah teknik yang dinamakan Emotional Freedom Techniques (EFT). Merujuk Healthline, EFT termasuk pengobatan alternatif untuk mengatasi rasa sakit fisik dan tekanan emosional.
Pengguna teknik ini meyakini mengetuk tubuh dapat menciptakan keseimbangan dalam sistem energi Anda dan mengobati rasa sakit. Menurut pengembangnya, Gary Craig, gangguan energi menjadi penyebab semua emosi dan rasa sakit negatif.
Meski masih diteliti, EFT telah digunakan untuk mengobati orang dengan kecemasan dan orang dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD)."Kami melayani untuk menanggulangi anak-anak yang kecanduan ini dengan menggunakan Emotional Freedom Techniques. Sebagian berhasil, sebagian lagi masih berproses. Untuk bisa lakukan intervensi, mempertahankan perkembangan fisik dan psikologis yang memadai serta hubungan sosial yang sehat," jelas Ana.