Ahad 15 May 2022 18:21 WIB

Survei: Mayoritas Responden Merasa Harga Migor Masih Kurang Terjangkau

Survei Indikator menyebut responden desa dan perkotaan sebut migor tak terjangkau

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Warga membeli minyak goreng curah saat operasi pasar minyak goreng curah di Balai Desa Tumpangkrasak, Kudus, Jawa Tengah.  Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan 64 persen responden survei menyebut harga minyak goreng (migor) kurang terjangkau. Sedangkan 34 persen responden mengeluhkan ketersediaan migor.
Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Warga membeli minyak goreng curah saat operasi pasar minyak goreng curah di Balai Desa Tumpangkrasak, Kudus, Jawa Tengah. Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan 64 persen responden survei menyebut harga minyak goreng (migor) kurang terjangkau. Sedangkan 34 persen responden mengeluhkan ketersediaan migor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan 64 persen responden survei menyebut harga minyak goreng (migor) kurang terjangkau. Sedangkan 34 persen responden mengeluhkan ketersediaan migor. 

Sepanjang 14 hingga 19 April 2022, sebanyak 83,7 persen responden mengakui sulitnya memperoleh migor. Jumlah ini berkurang menjadi 74,9 persen dalam periode 20 sampai 25 April. Lalu pada 5 sampai 10 Mei tercatat 56,4 persen responden masih terhambat dalam menjangkau migor. 

"Mayoritas masih mengalami kesulitan mendapat minyak goreng meski menurun sangat besar, dan mayoritas mengalami kesulitan karena harganya kurang terjangkau," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil surveinya secara daring pada Ahad (15/5).

Dalam survei ini, Indikator menemukan 75 persen responden menggunakan migor kemasan dan 20,7 persen memakai migor curah. Para responden mendapatkan migor diantaranya dengan membeli di warung sekitar tempat tinggal (47,1 persen), minimarket (30,8 persen), pasar tradisional (13, 7 persen), pasar kering (3,8 persen) dan supermarket (2,7 persen).

Kemudian menurut demografi, sebanyak 73,8 persen responden di wilayah pedesaan menganggap harga migor tak terjangkau. Angka ini beda tipis dengan responden perkotaan sebesar 71,9 persen.

"Mayoritas masih merasa harga minyak goreng masih kurang atau tidak terjangkau sama sekali di hampir setiap kelompok demografi dan wilayah, kecuali di wilayah DKI dan Kalimantan," ujar Burhanuddin. 

Selain itu, Indikator mengungkapkan sebanyak 53 persen responden tahu kebijakan larangan ekspor migor demi mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Mayoritas dari mereka setuju dengan kebijakan tersebut (63,3 persen). 

"Selanjutnya, mayoritas (54,9 persen) tahu BLT minyak goreng, dari yang tahu mayoritas setuju dengan BLT. Dan 36 persen dari yang tahu itu menerima BLT," ucap Burhanuddin. 

Diketahui, hasil survei diperoleh dari sampel sebanyak 1.228 responden yang dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening. Margin of error survei diperkirakan ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Indikator menjamin wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement