Ahad 15 May 2022 19:48 WIB

Dua Kali Malaikat Ajukan Pertanyaan kepada Allah SWT dan Jawabannya dalam Alquran

Alquran mengabadikan pertanyaan malaikat kepada Allah SWT

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi malaikat dalam Alquran. Alquran mengabadikan pertanyaan malaikat kepada Allah SWT
Foto: republika
Ilustrasi malaikat dalam Alquran. Alquran mengabadikan pertanyaan malaikat kepada Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Malaikat pernah merasa memiliki kemampuan yang melebihi manusia dalam mengeola bumi. Akhirnya, Allah SWT menyampaikan kepada untuk turun ke bumi dan menjalankan tugas sebagaimana manusia.  

 

Baca Juga

Dalam buku berjudul “Yang Jenaka dari M Quraish Shihab” terbitan Lentera Hati diceritakan bahwa setidaknya dua kali malaikat mengajukan pertanyaan kepada Tuhan yang mengesankan kemampuan mereka mengelola bumi melebihi kemampuan manusia. 

 

Pertama, ketika Allah SWT menyampaikan kepada mereka rencana-Nya menciptakan manusia. Saat itu, malaikat bertanya, 

 

“Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyusickan-Mu?” 

 

Tuhan menjawab singkat, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

 

Allah kemudian menguji mereka melalui manusia pertama yang diciptakan-Nya (Adam) dengan aneka pertanyaan yang mereka tidak dapat menjawabnya (Baca: QS al-Baqarah [2]:30-32). Mereka pun akhirnya mengakui ketidakmampuan mereka.  

 

Kali kedua, yaitu ketika manusia telah bertugas di bumi, di mana para malaikat melihat berapa makhluk pilihan Tuhan itu melakukan aneka pelanggaran. Maka, sekali lagi mereka pun menampakkan keheranan dan dugaan kemampuannya. 

 

Maka, Allah SWT memerintahkan mereka memilih dua orang dari jenis mereka untuk bertugas di bumi. Terpilih lah Harut dan Marut. Kedua malaikat itu dipersilakan menjalankan tugas-tugas yang serupa dengan tugas-tugas manusia. Mereka juga diberi kemampuan dan syahwat yang sama dengan manusia. 

 

Tetapi, belum lagi berlalu sebulan dari keberadaan mereka di bumi, kedua perwakilan malaikat itu ternyata telah tergoda oleh seorang perempuan. Keduanya merayu perempuan itu. Namun, perempuan yang dirayunya itu tidak mau, kecuali jika mereka meminum minuman keras, lalu membunuh. 

 

Demikian terlihat kegagalan mereka. Begitu lah yang diuraikan antara lain oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat Al Baqarah ayat 102. 

 

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

 

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”   

 

Menurut M Quraish, kisah atau tepatnya dongeng ini merupakan ilustrasi tentang sikap penonton yang biasanya mempersalahkan pelaku atau pemain tanpa menyadari bahwa jika sang penonton berada di tempat pemain, maka dia akan melakukan hal serupa, bahkan mungkin lebih buruk.    

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement