REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kementerian Perindustrian menyatakan ketidaksetujuannya dengan sertifikasi atau labelisasi BPA pada kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat itu. Hal ini karena sertifikasi BPA itu hanya akan menambah biaya yang bisa mengurangi daya saing industri Indonesia.
Apalagi, kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kemenperin, Edy Sutopo kata Edy, substansi isu BPA itu sendiri masih bisa diperdebatkan.
Menurutnya, yang diperlukan itu adalah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara handling dan penggunaan kemasan makanan dan minuman yang menggunakan bahan penolong. “Jadi, bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri,” ucapnya, dalam keterangannya, Senin (16/5/2022).
Seperti diketahui Setelah draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang terkesan diskriminatif diminta untuk diperbaiki, BPOM bulan lalu mengundang beberapa pemangku kepentingan untuk kembali mendiskusikan rencana kebijakan ini. Pertemuan itu akhirnya ditunda.
Revisi perBPOM ini ditolak Sekretariat Kabinet dan dikembalikan ke BPOM karena dianggap ada potensi diskriminatif.
Namun, dalam upaya sosialisasi untuk perbaikan perBPOM ini, Kemenperin ternyata tidak ada dalam daftar undangan pertemuan ini sementara Kemenko Perekonomian diundang. Hal ini menimbulkan pertanyaan karena Kemenperin merupakan Kementerian yang menaungi industri.
Kejadian serupa juga terjadi dalam rapat Harmonisasi raperBPOM ini di Kemenkumham tahun lalu, BPOM bukannya mengundang Direktorat Mintegar Kemenperin, malah mengundang Balai Besar Kimia yang kurang relevan sebagai pemangku kepentingan. Kejanggalan ini menimbulkan pertanyaan akan maksud dan agenda di balik revisi perBPOM yang penuh kontroversi dan dianggap diskriminatif ini.
Perihal adanya undangan BPOM itu disampaikan Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi.
Baca juga: Keutamaan Membaca Surah Al-Kahfi pada Hari Jumat
Menurutnya, dirinya diundang BPOM dengan agenda untuk mendiskusikan draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Seperti diketahui, melalui revisi itu, BPOM ingin menggolkan keinginannya untuk melabeli kemasan galon guna ulang yang berbahan polikarbonat (PC) dengan ‘berpotensi mengandung’ sementara untuk kemasan PET boleh meletakkan label ‘BPA Free’, hal yang dengan tegas ditentang Kemenperin karena bisa merusak iklim investasi di Indonesia khususnya di sektor air minum dalam kemasan (AMDK).