REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Manajer Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, surat keputusan terkait pengangkatan lima penjabat gubernur rentan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasalnya, pengangkatan lima penjabat gubernur melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur itu tidak sesuai perintah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Secara hukum, SK pengangkatan itu sangat rentan untuk digugat dan dibatalkan oleh PTUN," ujar Fadli kepada Republika, Senin (16/5/2022).
Menurut dia, alasan mendasar Keppres tersebut bisa digugat ialah pengangkatan lima penjabat gubernur tidak memenuhi dasar hukum yang diperintahkan MK. Dalam pertimbangan MK pada putusan nomor 15/PUU-XX/2022, pemerintah diminta membuat peraturan pelaksana berupa peraturan pemerintah terkait pengisian penjabat kepala daerah yang diamanatkan Undang-Undang Pilkada .
Namun, pemerintah tidak melaksanakan perintah MK dengan tidak menerbitkan peraturan pemerintah tersebut. Mendagri langsung melantik penjabat gubernur Banten, Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Papua Barat di kantor Kemendagri pada 12 Mei 2022.
Fadli menjelaskan, pertimbangan MK merupakan bagian dari putusan yang harus dipatuhi. Apalagi, menurutnya, kalimat dalam pertimbangan itu jelas menyertakan perintah kepada pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana.
"Karena dalam memberikan pertimbangan konstitusional itu, tidak semuanya masuk ke dalam amar putusan. Tetapi ada banyak aspek yang dipertimbangkan MK. Oleh sebab itu, semua pihak, terutama pemerintah, wajib membaca dan memahami secara utuh apa isi putusan MK. Dan mesti dilaksanakan atas dasar itikad baik," kata dia.
Fadli mengatakan, pemerintah seharusnya membuat peraturan pelaksana untuk membuktikan proses pengangkatan penjabat kepala daerah berlangsung tranparan dan akuntabel. Peraturan pemerintah berisi banyak hal, mulai dari proses pemilihan hingga kewenangan.
"Agar ini tidak menjadi ruang gelap, penting adanya mekanisme pemilihan yang fair dan demokratis itu," ucap dia.
Sementara, Mendagri Tito Karnavian mengaku telah membaca putusan MK tersebut. Dia mengatakan, terkait peraturan pelaksana khusus untuk penunjukan penjabat yang bersifat demokratis dan transparan hanya bagian dari pertimbangan.
"Itu letaknya bukan di dalam keputusan, bukan keputusan, tapi di dalam pertimbangan," kata Tito.
Dia mengeklaim, prinsip demokratis telah dijalankan melalui upaya menghimpun aspirasi dari berbagai pihak. Adapun prinsip transparansi dijalankan dengan mekanisme sidang tim penilai akhir (TPA) yang dipimpin presiden dan melibatkan para menteri dan kepala lembaga.
Dalam sidang tersebut, presiden mendengarkan pendapat dari para menteri dan pimpinan lembaga terkait masing-masing calon penjabat. "Tiap satu-satu dibahas orang ini bagaimana, kinerjanya bagaimana, dan kemudian apakah ada catatan pelanggaran hukum atau potensi pelanggaran hukum, semua dibahas di sana (sidang TPA)," tutur Tito.
Ahli hukum tata negara dari Themis Indonesia, Feri Amsari, menilai Mendagri Jenderal (Purn) Tito Karnavian memiliki kekuatan penuh (full power) atas pengangkatan penjabat kepala daerah. Menurutnya, mendagri dapat mengusulkan kandidat penjabat gubernur kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta mengangkat pj bupati/wali kota berdasarkan usulan gubernur.
"Saya menilai pilihan politis ya bagi menteri dalam negeri menentukan 101 orang yang memimpin kepala daerah," ujar Feri dalam diskusi daring bertajuk 'Mendorong Keterbukaan Seleksi Penjabat Kepala Daerah' di Jakarta, Ahad (15/5/2022).
Dia mengatakan, berbagai kepentingan yang berkaitan dengan Pemilu 2024 bisa disalurkan melalui pengangkatan penjabat kepala daerah. Feri menuturkan, nantinya akan terlihat kepentingan tersebut melalui pembatasan kewenangan penjabat kepala daerah, tetapi berada di tangan mendagri melalui persetujuan tertulisnya.
"Pengecualian dari izin menteri dalam negeri memperlihatkan memang ini arahnya akan seperti apa. Bayangkan akan ada 271 daerah menjelang Pemilu 2024 yang akan ditentukan kepala daerahnya oleh menteri dalam negeri bersama presiden," ucap Feri.
"Biasanya menteri dalam negeri juga akan menitipkan atau bermain dalam berbagai hal. Ini sudah cerita berulang menurut saya, ini bisa membuktikan beberapa bulan ke depan kepentingan siapa yang akan bermain dan dititipkan di daerah," kata dia.