Selasa 17 May 2022 14:38 WIB

Operasi Petrus Berantas Begal dan Preman: Mayat Dikarungin dan Mengambang di Sungai

Pemerintah Orba menggelar operasi Petrus yang menembak mati para preman di sejumlah wilayah Indonesia.

Rep: Kurusetra/ Red: Partner
.
.

Presiden kedua RI, Soeharto. Di masa Orde Baru dikenal operasi Petrus (penembak misterius).
Presiden kedua RI, Soeharto. Di masa Orde Baru dikenal operasi Petrus (penembak misterius).

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Di masa operasi Petrus (penembak misterius) masyarakat sudah biasa jika ada kabar ada mayat ditemukan di dalam karung atau membusuk di semak-semak.

Hingga hari ini ‘genderang perang’ terhadap bandar narkoba, perjudian, aksi premanisme, begal, dan klitih terus ditabah. Di Jakarta operasi dilakukan terhadap diskotik dan tempat hiburan malam. Sejumlah artis yang ikut terjaring diharuskan tes urine.

BACA JUGA: Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

Dalam memberantas penjudian cukup banyak yang telah terjaring pihak kepolisian. Meskipun banyak pertanyaan, kok bandar utamanya masih belum tersentuh?

Namun, perang terhadap segala bentuk kejahatan masih belum berakhir. Kapolri pun mengeluarkan perintah terhadap seluruh jajarannya, ”Berantas premanisme”.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Ada Satu Gus yang Amat Dibenci Soeharto, Gusmao Presiden Timor Leste

Seperti juga kontrak kerja, perintah ini pun ditindaklanjuti jajarannya. Dan, ramailah berita tentang penangkapan para preman. Meskipun masih ada yang menilai kok yang ditangkap kelas teri saja.

Rupanya masih banyak preman yang belum jera. Buktinya berita-berita perampokan, perkosaan, dan pemerasan masih banyak terjadi.


Pada 2005 misalnya, aksi preman masih merajalela di pusat bisnis: Glodok – Pancoran. Seorang pemilik toko menceritakan bagaimana para preman memungut parkir sekehendak hati, meminta jatah dari toko dan warung.

Mereka memasang tarif Rp 5-10 ribu untuk parkir. Kalau tidak dikasih kaca mobil bisa pecah. Hal yang sama juga terjadi di Tanah Abang. Tentu juga di tempat lain.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Penggali Kubur Semangat Injak-Injak Kuburan Orang Kaya karena Dendam Pernah Disakiti

Premanisme memang banyak terjadi di kota-kota besar, di dunia. Bukan akhir-akhir ini saja. Seperti pernah dikutip oleh seorang kolumnis di sebuah suratkabar Jakarta, pada April 1965, Robert F Wagner, wali kota New York, melancarkan suatu operasi yang dikenal sebagai Operation Crack-down — si kolomnis menyebutnya sebagai Operasi Kemplang, berperang melawan para bandit. Karena, yang dikemplang adalah pembunuh, perampok, dan mereka yang melakukan kejahatan di malam hari di kereta api bawah tanah New York.

Selama Operasi Kemplang dijalankan, masih terjadi 223 kejahatan. Tapi, jauh menurun dibandingkan sebelum operasi yang mencapai 589 kejahatan di kereta api New York di waktu malam — berarti kejahatan berkurang 62 persen.

BACA JUGA: Benarkah Candi Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman? Ini 10 Buktinya

Hasil ini didapat dengan pengerahan banyak tenaga dan mengeluarkan banyak dana. Operasi berlangsung tiap malam dari pukul 08.00 sampai 04.00 pagi. Untuk lembur dan penambahan polisi menelan biaya 1,8 juta dolar AS.

Pada bulan yang sama sebuah surat kabar memuat berita terjadi perampasan dan penelanjangan di siang hari bolong yang begitu brutal di Jakarta. Peristiwa itu disaksikan cukup banyak orang.

BACA JUGA: Asal Usul Nama-Nama Tempat di Jakarta: Dari Ancol Sampai Kampung Ambon

Setelah melakukan perampasan, penjahatnya tidak melarikan diri, tetapi berkeliaran di tempat itu untuk beberapa menit kemudian mengulangi kejahatannya.Karena itulah, Ali Sadikin, gubernur DKI Jakarta saat itu, menyatakan, ”Banditisme di Ibu Kota harus segera ditumpas”. Tapi, kejahatan di Ibu Kota tidak pernah surut.


Panglima ABRI Jenderal Benny Moerdani (tengah) dan Presiden Soeharto (kanan).
Panglima ABRI Jenderal Benny Moerdani (tengah) dan Presiden Soeharto (kanan).

Menjelang akhir 1970-an, Panglima ABRI Jenderal Benny Moerdani dalam upaya membasmi banditisme melancarkan operasi yang lebih dikenal dengan sebutan Petrus (penembak misterius). Kala itu, masyarakat sudah maklum bila ada berita surat kabar, “Ditemukan mayat dalam karung”. Bahkan, ada juga mayat yang mengambang di sungai, atau tergeletak di semak-semak.

Kriminilitas di Jakarta pada tahun 1950-an masih jauh lebih kecil. Bahkan ada yang membandingkan masih lebih baik dibandingkan di kota-kota besar di negara lain, termasuk Singapura. Dulu masih ada penodong yang menggunakan senjata api palsu. Kini hampir tidak terdengar lagi.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Ada Satu Gus yang Amat Dibenci Soeharto, Gusmao Presiden Timor Leste

Penodongan di waktu siang kini sudah sering terdengar. Kalau pada 1950-an dan 1960-an penjahat, perampok, penodong hanya mengincar harta benda korbannya, dan masih mengindahkan nyawanya, sekarang tidak lagi. Banyak korban tewas akibat tembakan pistol si perampok.

Sejumlah tokoh Betawi menyatakan, pada tahun 1950-an situasi Jakarta aman, karena ada tokoh ‘jagoan’ yang merupakan ‘palang pintu’ di daerah tempat tinggalnya. Tokoh masyarakat setempat ini merasa malu dan terhina bila terjadi kriminalitas di kampungnya.

BACA JUGA: 7 Menu Jagoan Nasi Padang yang Diharamkan


Pada masa hidupnya, H Ung, kakek almarhum Benyamin Sueb, juga merupakan ‘palang pintu’ di daerah Kemayoran. Demikian juga Sabeni, Mahruf dan Derahman Djeni dari Tanah Abang. Mereka sangat dihormati warga, sehingga bila terjadi kejahatan merekalah yang diminta menanganinya.

Pada tahun 1950-an nama Kapten Imam Syafi’ie sangat dikenal di Jakarta dan sekitarnya. Pimpinan organiasi COBRA ini ikut memelihara keamanan di kota Jakarta. Apalagi ia merupakan perwira yang diperbantukan pada Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya (KMKBDR).

BACA JUGA: Kenalan dengan Mirah, Gadis Betawi yang Dijuluki Singa Betina dari Marunda

Ketika masih sebagai jagoan di Senen, dia turut menggerakkan masyarakat melawan Belanda saat revolusi fisik. Demikian juga halnya H Dahrip dari Klender. Ia mengerahkan ratusan pemuda untuk bergerilya, hingga Bung Karno dan Bung Hatta mengaguminya. Demikian juga KH Mughni dari Kuningan dan Mad Djaelani dari Kwitang.

Selain mereka, masih banyak lagi jagoan yang jadi pejuang kemerdekaan dan palang pintu dalam menjaga keamanan di kampungnya. Tapi, karena tawadhu, tidak ada yang mau menonjolkan diri, dan tidak minta diakui sebagai pahlawan.

Tentu saja situasinya sekarang jauh berbeda. Rakyat mengharapkan aparat kepolisian berhasil dalam menumpas banditisme. Karena, Jakarta haraus aman agar para investor dan turis asing tidak takut mendatangi kota ini.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi

> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement