Rabu 18 May 2022 18:57 WIB

Anggota Fraksi PDIP Ini Minta Jokowi Tinjau Ulang Larangan Ekspor Minyak Goreng

Sihar menilai larangan ekspor dan harga minyak goreng tak berhubungan positif.

Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO).
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sihar Sitorus menyarankan agar kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng atau crude palm oil (CPO) dapat ditinjau ulang. Ia menilai hal ini untuk meminimalisasi banyaknya masalah yang akan muncul akibat dari kebijakan tersebut.

Dia mengatakan salah satu persoalan yang muncul adalah anjlok-nya harga tandan buah segar (TBS) sawit setelah pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng yang diberlakukan sejak 28 April 2022. "Melihat banyaknya risiko yang akan dihadapi industri sawit nasional, ada baiknya Presiden Jokowi mempertimbangkan kembali kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng secara keseluruhan tersebut," kata Sihar dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (18/5/2022).

Baca Juga

Dia menilai kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng oleh pemerintah berpotensi mengakibatkan 2,67 juta petani sawit di Indonesia kehilangan penghasilan. Selain itu menurut dia, kebijakan tersebut juga akan menyebabkan konsekuensi negatif terhadap kredibilitas Indonesia di mata Internasional, sebagai negara penyumbang CPO dunia terbesar.

"Kebijakan larangan ekspor akan membawa berbagai konsekuensi dan dampak negatif antara lain kredibilitas Indonesia di mata Internasional akan memburuk, 2,67 Juta petani sawit berpotensi kehilangan penghasilan karena harga sawit lokal jatuh, maraknya penyelundupan karena disparitas harga yang tinggi serta berbagai dampak negatif lainnya," ujarnya.

Menurut dia, korelasi antara kebijakan larangan ekspor dan harga minyak goreng tidak serta merta berhubungan positif. Hal itu dibuktikan sejak larangan ekspor bahan baku minyak goreng mulai diberlakukan. Dia menilai kebijakan dengan tujuan menekan harga minyak goreng melalui pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri itu justru telah menyebabkan anjloknya harga TBS di pasar dalam negeri yang kini menuai protes besar-besaran dari para petani sawit.

"Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk mengatasi kelangkaan serta naiknya harga minyak goreng di dalam negeri, namun hal itu belum menunjukkan hasil yang diharapkan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement