Rabu 18 May 2022 22:45 WIB

Ahli Hukum Tata Negara Diminta tak Terjebak Pandangan Politik yang Memihak

Pakar hukum tata negara diharap tidak mendukung agenda politik yang tidak jernih.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Mahfud MD.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Mahfud MD, meminta ahli hukum tata negara yang tergabung dalam APHTN-HAN untuk selalu bepikir jernih, bebas, dan tidak terjebak dalam pandangan politik yang memihak. Mahfud menegaskan hal ini saat berbicara dalam acara Simposium Nasional Hukum Tata Negara yang berlangsung di Bali, Rabu (18/5/2022).

"Ini adalah asosiasi ahli hukum, hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Jadi saudara harus berfikir jernih sebagai ahli hukum," kata Mahfud dalam keterangannya yang diterima di Jakarta.

Baca Juga

"Kenapa ini penting? Ada dua hal, pertama, sering ahli hukum itu terjebak dalam pandangan-pandangan politik yang memihak. Itu sering terjadi, sehingga kalau ada sesuatu di antara hukum tata negara sendiri ribut, yang ini begini, yang itu begitu, tapi sebenarnya perbedaan pandangan tidak apa-apa dalam ilmu. Tapi kalau terlibat dalam dukung mendukung agenda politik yang kemudian tidak jernih, keluar dari intelektualitas, maka itu tidak bagus," tambahnya menjelaskan.

Mahfud yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) mewanti-wanti pakar hukum yang tergabung dalam APHTN-HAN agar tidak salah dalam melakukan analisis hukum. "Ilmuwan, organisasi akademisi seperti saudara itu harus jernih. Yang kedua, juga jangan salah dalam melakukan analisis hukum," tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Mahfud juga membuka peluang kemungkinan terbentuknya Mahkamah Etika yang sering dilontarkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.

"Mungkinkah kita membentuk Mahkamah Etika? Pak Jimly sudah bicara berkali-kali, tapi belum ada yang menanggapi. Mahkamah Etika itu seperti apa? Karena etika kalau sudah dihukumkan itu sudah bukan etika lagi. Hukum itu kan etika yang dihukumkan, diberi bentuk dan disahkan," jelasnya.

"Nah, kalau etika sekarang mau dibuat mahkamahnya itu seperti apa? Yang usul Pak Jimly, mungkin ada baiknya Pak Guntur (Ketua Umum APHTN-HAN) mengundang beliau. Mahkamah etika yang bapak tulis berkali-kali itu seperti apa? mari kita diskusikan. Barang kali bisa menyelesaikan persoalan," imbuhnya.

Acara ini digelar oleh APHTN-HAN bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM ini. Kegiatan ini dihadiri para pakar dan pengajar hukum tata negara.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement