REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Tokoh senior Katolik Roma di Yerusalem, Monsignor Tomasz Grysa mengatakan Israel secara brutal melanggar kebebasan beragama di wilayah Yerusalem. Terutama setelah tindakan polisi kepada pelayat pada prosesi pemakaman jurnalis Palestina-Amerika Shireen Abu Akleh Jumat lalu.
Polisi memukuli orang-orang yang membawa peti mati Abu Akleh dari Rumah Sakit St. Joseph. Polisi pun menembakkan granat kejut ke arah kerumunan.
Monsignor Tomasz Grysa yang merupakan perwakilan Vatikan di Yerusalem mengatakan, insiden itu melanggar kesepakatan 1993 antara Takhta Suci dan Israel yang menjunjung tinggi dan mematuhi hak asasi manusia atas kebebasan beragama. Dalam kasus ini, menurutnya, telah dilanggar secara brutal.
Uskup Agung Pierbattista Pizzaballa, patriark Katolik Roma Yerusalem, menambahkan bahwa tindakan Israel merupakan pelanggaran berat.
“Invasi Polisi Israel dan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional, menyerang pelayat, memukul mereka dengan tongkat, menggunakan granat asap, menembakkan peluru karet, menakut-nakuti pasien rumah sakit adalah pelanggaran berat terhadap norma dan peraturan internasional, termasuk hak asasi manusia untuk kebebasan beragama," katanya.
Pernyataan itu muncul sebagai bagian dari serangkaian kecaman yang dibuat dalam konferensi pers di Rumah Sakit St. Joseph oleh para pemimpin 15 denominasi agama yang berbasis di kota itu.
Direktur rumah sakit, Jamil Koussa mengatakan, ia meyakini bahwa polisi menargetkan peti mati Abu Akleh, bukan hanya pelayat. Ini sebagai upaya untuk mengintimidasi dan menakut-nakuti para pelayat.