REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta, mengomentari soal pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) oleh Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Anis menyoroti, secara etik sejumlah menteri yang di saat bersamaan mulai melakukan langkah pencapresan menuju Pilpres 2024.
"Bahwa seseorang yang mestinya menjadi pembantu presiden dan menggunakan seluruh resources yang ada dalam departemennya untuk membantu presiden dalam menjalankan tugas-tugasnya justru melakukan kerja-kerja politik di luar dari tugas yang seharusnya ditugaskan itu, ini masalah etika," kata Anis dalam diskusi daring, Rabu (18/5).
Anis mengatakan, di tengah kondisi bangsa menghadapi banyak masalah, dia menyayangkan, sikap para menteri yang justru membentuk koalisi. Melihat hal tersebut, dia menilai, ada kontradiksi sistemik dalam sistem presidential saat ini.
"Sistem presidential yang kita anut dengan bahasa sistem multipartai ini memang melahirkan satu kontradiksi, bahwa koalisi mendukung presiden itu tidak dilakukan oleh satu partai, dilakukan oleh banyak partai sekaligus. Tapi, partai-partai ini dalam pemilu legislatif pada dasarnya adalah kompetitor sesama mereka. Tetapi dalam pilpres mereka adalah koalisi," ujarnya.
Begitu pilpres dimenangkan, peta koalisi di parlemen sudah dibentuk, dan pemerintahan mulai dijalankan, namun menurut Anis, hal itu tidak menghilangkan fenomena bahwa begitu masuk pada pertengahan kedua dari masa periode seorang presiden, partai mulai sibuk mempersiapkan diri untuk pemilu legislatif dan juga pilpres.
"Dan di sini timbulah satu kontradiksi dalam sistem kita, karena pada dasarnya yang ada dalam satu koalisi itu dalam pemilu legislatif pada dasarnya adalah kompetitor. Tetapi dalam sistem presidential, para menteri ini adalah pembantu presiden," ungkapnya.