REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen pada Rabu (18/5) mengatakan, pemerintah akan menghilangkan beberapa tarif impor China yang "tidak terlalu strategis", tetapi merugikan konsumen dan bisnis di Amerika. Saat ini diskusi internal tentang perubahan tarif dalam Section 301 sedang berlangsung.
Section 301 adalah aturan yang mengatur tentang tarif impor barang-barang China, yang diberlakukan selama pemerintahan mantan Presiden Donald Trump. "Beberapa dari mereka (tarif), bagi saya, tampak seolah-olah lebih merugikan konsumen dan bisnis dan tidak terlalu strategis dalam arti menangani masalah nyata yang kita miliki dengan China," kata Yellen.
Pernyataan Yellen tersebut merujuk pada praktik perdagangan yang tidak adil, masalah keamanan nasional atau kerentanan rantai pasokan. Reuters pada Selasa (17/5/2022) melaporkan secara eksklusif bahwa, Presiden AS Joe Biden harus menyelesaikan perdebatan sengit mengenai apakah akan memotong tarif impor China, di tengah upaya pemerintah memerangi inflasi yang tinggi.
Yellen berpendapat untuk menghapus beberapa tarif impor barang dari China. Sementara Perwakilan Dagang AS Katherine Tai lebih memilih untuk mempertahankan tarif impor, yang bertujuan mengembangkan agenda perdagangan China yang lebih strategis. Termasuk melindungi lapangan pekerjaan di AS dan perilaku China di pasar global. Pendekatan ini bahkan dapat mencakup tarif strategis baru.
Sebagian besar barang dari China yang dikenakan tarif hukuman hingga 25 persen, tidak ada hubungannya dengan tujuan penyelidikan terhadap penyalahgunaan teknologi dan kekayaan intelektual AS oleh China seperti yang tertuang dalam Section 301. Di bawah pemerintahan Trump, Washington menetapkan kenaikan tarif impor terhadap barang-barang konsumen dari sepeda hingga pakaian, setelah China membalas putaran awal penetapan tarif impor.
Beberapa ekonom bersama dengan banyak kelompok bisnis, telah mengadvokasi penurunan tarif China sebagai cara untuk membantu menurunkan inflasi tinggi. Kenaikan inflasi disebabkan oleh gangguan rantai pasokan, pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, dan lonjakan harga pangan dan energi akibat invasi Rusia ke Ukraina. Yellen mengatakan bahwa, pemotongan tarif dapat membantu meredakan inflasi tetapi kemungkinan besar tidak akan berdampak cukup besar.
"Jadi saya melihat kasus bukan hanya karena inflasi, tetapi karena akan ada manfaat bagi konsumen dan perusahaan dengan memotong beberapa tarif. Tapi kami sedang berdiskusi lebih lanjut," kata Yellen.
Yellen mengatakan, dia menghormati semua pendapat dalam diskusi kebijakan tarif. "Ada berbagai kekhawatiran yang valid. Dan kami benar-benar belum menyelesaikannya, san belum mencapai kesepakatan tentang tarif tersebut," ujarnya.