REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Kondisi Sri Lanka kian suram akibat krisis ekonomi terparah sepanjang sejarahnya sejak merdeka dari Inggris 1948. Akar penyebab krisis pun dikulik mulai dari salah urus ekonomi oleh pemerintah, penurunan lalu lintas turis oleh karena pembatasan Covid, inflasi, hingga kenaikan harga energi.
Perdana Menteri Perdana Menteri baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe mengatakan pasokan bahan bakarnya hanya cukup untuk sehari lagi. Negaranya pun membutuhkan dana asing untuk impor bahan penting.
Ia juga terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai sektor negara bagian dan untuk barang dan jasa penting. Usulan juga muncul untuk penjualan Sri Lanka Airlines sebagai bagian dari upaya menstabilkan keuangan negara. Maskapai kehilangan 45 miliar rupee Sri Lanka (128 juta dolar AS) pada tahun keuangan yang berakhir Maret 2021.
Para ahli meyakini bahwa kombinasi dari berbagai faktor termasuk penurunan lalu lintas turis karena pembatasan terkait COVID-19, kenaikan harga energi, ditambah dengan langkah-langkah populis yang menguapkan cadangan devisa menyebabkan melonjaknya inflasi dan krisis saat ini.
Pada Maret lalu, kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan barang-barang penting lainnya menjadi genting, sehingga pemerintah harus membatalkan ujian sekolah bagi jutaan siswa setelah kehabisan kertas cetak. Kolombo perlu membayar utang sekitar 6,9 miliar dolar AS tahun ini. Tetapi cadangan mata uang asingnya saat ini mencapai sekitar 2,3 miliar dolar AS.
Kendati demikian Bank Sentral Sri Lanka (CBSL) telah mengemukakan keyakinan bahwa Sri Lanka tak akan gagal bayar utang. Meskipun pihak berwenang Sri Lanka telah mengakui bahwa mereka menghadapi kesulitan yang semakin meningkat dalam menyelesaikan tagihan impor karena krisis dolar, terutama untuk impor bahan bakar untuk kebutuhan sehari-hari.
Aliran masuk devisa ke Tanah Air sempat menurun, pertama akibat dampak serangan Minggu Paskah terhadap sektor pariwisata pada 2019, lalu akibat merebaknya pandemi global. Krisis cadangan devisa menciptakan kekurangan bahan bakar yang parah yang menyebabkan pemadaman listrik setiap hari dan kekurangan makanan, obat-obatan, semen, dan barang-barang penting lainnya.
Antrean panjang di depan toko kelontong, apotek, dan depot bahan bakar di banyak bagian negara kepulauan itu menyebabkan keresahan publik. Banyak peti kemas terjebak di pelabuhan Kolombo selama beberapa hari karena importir gagal mendapatkan Letter of Credit (LOC) dari bank.
Pemerintah telah membatasi impor pupuk kimia dan bahan kimia pertanian (insektisida dan herbisida) pada Mei 2021. Meskipun pemerintah membenarkan larangan untuk mempromosikan pertanian organik di dalam negeri dan mencegah arus keluar mata uang asing, hal itu menyebabkan penurunan penghasilan pertanian secara tiba-tiba. Pakar pertanian mengatakan langkah itu membutuhkan persiapan bertahun-tahun.
Terletak di Samudra Hindia di barat daya Teluk Benggala, negara kepulauan Asia Selatan yang berbentuk buah pir, Sri Lanka berada dalam pergolakan krisis ekonomi dan politik terburuk yang pernah ada. Sembilan orang tewas dan lebih dari 300 terluka dalam kekerasan massa awal pekan ini, dan properti milik keluarga Rajapaksa yang berkuasa dan sekutu politik mereka dirusak.
Pasukan Sri Lanka harus melakukan operasi sebelum fajar untuk menyelamatkan Mahinda Rajapaksa, yang telah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri pada 9 Mei. Adiknya Presiden Gotabaya Rajapaksa masih menjabat. Sementara Mahinda dibawa ke pangkalan angkatan laut, pengadilan telah melarang dia, putra politisinya Namal, dan 15 sekutunya meninggalkan negara itu.
Ia pun digantikan oleh Ranil Wickremesinghe (73 tahun) yang menjabat untuk keenam kalinya, tidak pernah menyelesaikan masa jabatan penuh. Seperti dilansir laman Anadolu Agencies, para pemimpin agama seperti pendeta Buddha Omalpe Sobitha Thero dan kepala Gereja Katolik Sri Lanka, Kardinal Malcolm Ranjith, telah menentang pengangkatannya dan menyerukan solusi konkret untuk mengatasi kesengsaraan ekonomi dan protes publik.