Jumat 20 May 2022 11:06 WIB

PHE WMO Bawa UMKM Asal Madura Dikenal Dunia

Omzet Batik Tanjungbumi asal Madura naik berkali lipat karena perluasan pasar.

Pengunjung melihat koleksi batik dari UMKM Batik Tanjungbumi saat Pre Forum Kapasitas Nasional Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) di Hotel Shangri-La Surabaya, 17-19 Mei 2022.
Foto: Istimewa
Pengunjung melihat koleksi batik dari UMKM Batik Tanjungbumi saat Pre Forum Kapasitas Nasional Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) di Hotel Shangri-La Surabaya, 17-19 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) memperkenalkan UMKM unggulannya dalam acara Pre Forum Kapasitas Nasional Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) di Hotel Shangri-La Surabaya, 17-19 Mei 2022. PHE WMO mengenalkan Batik Tanjungbumi dan UMKM Prancak Sepulu (Pranspul) di ajang ini.

Prancak Sepulu merupakan UMKM di bidang barang olahan hasil laut. Produk Prancak Sepulu dan Batik Tanjungbumi Madura berhasil mendapatkan perhatian dari Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak.

Baca Juga

"Batik Madura yang sangat khas ini, memiliki nilai warisan budaya yang tinggi, terima kasih kepada PHE WMO yang telah membantu melestarikan warisan budaya khususnya dari Kecamatan Tanjungbumi Kabupaten Bangkalan,” ujar Emil Dardak dalam keterangan, Jumat (20/5/2022).

Pada kunjungannya ke gerai UMKM Pranspul yang mengenalkan produk makanan kering olahan hasil laut, Emil Dardak bersama Direktur Regional Indonesia Timur PHE WMO Awang Lazuardi juga terkesan dengan produk makanan yang unik dan memiliki rasa yang sangat enak. Berbagai olahan hasil laut antara lain, rengginang kepiting, keripik teripang laut, crispy ikan bulu ayam, abon ikan tuna, manisan kulit mangga dan keripik daun mangrove menjadi produk unggulan.  

"Semoga UMKM ini dapat bersaing dengan produk-produk lokal lainnya hingga di ekspor ke luar dan memberikan dampak besar bagi masyarakat khususnya di Bangkalan," puji Awang Lazuardi.

Perajin batik Tanjungbumi Bangkalan, Hananah, mengaku adanya perbedaan setelah dibina PHE WMO. Sebelumnya, dia masih menawarkan dagangannya secara konvensional dengan cara menitipkan batik produksinya ke toko-toko di Surabaya, Sidoarjo, Pamekasan, dan Sumenep.

 

Sejak menjadi binaan PHE WMO, usaha batik Hananah semakin berkembang. Omzetnya naik berkali-kali lipat karena perluasan pasar. Jika sebelumnya dalam sebulan bisa laku ratusan lembar, kini jumlah batiknya yang terjual semakin banyak dengan banderol harga mulai Rp 200 ribu hingga Rp 15 juta.

"Sebulan ratusan lembar, setelah dibina PHE WMO bisa lebih soalnya masih ngirim toko-toko langganan tetap offline dan online," katanya.

Saat ini Hananah bahkan sudah memberdayakan lebih dari puluhan perajin batik. "Sudah memberdayakan 20 orang lebih perajin. Di Desa Bandang Daja sendiri rata-rata pembatik," katanya.

Kedepan PHE WMO juga akan memfasilitasi upaya melestarikan cara pembuatan batik Tanjungbumi melalui upskilling. Langkah ini dijalankan agar ciri khas pembuatan batik Tanjungbumi tidak hilang dan bisa memperluas pasar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement