REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Speech delay atau keterlambatan bicara masih menjadi hal yang belum terlalu diperhatikan di Indonesia. Apalagi sejak pandemi, anak tidak bersosialisasi dan screentime menjadi lebih panjang, membuat fenomena ini kian meresahkan para orang tua yang memiliki anak balita.
Gangguan ini merupakan salah satu gangguan pada tahapan perkembangan anak (milestone). Dan sebisa mungkin orang tua perlu untuk memantau terus kemampuan anak, agar mencegah anak jangan sampai mengalami speech delay.
Pada masa pandemi anak terpaksa harus selalu berada di dalam rumah. Anak yang sudah terbiasa main di luar akan merasa bosan saat diharuskan untuk main di rumah saja. Maka dari itu pelarian satu-satunya adalah televisi dan gawai.
Dokter Spesialis Anak, dr Dian Pratamastuti, mengakui bahwa kasus speech delay meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan puncaknya ada pada masa pandemi belakangan ini. “Memang dari tahun-tahun sebelumnya selalu meningkat. Tapi saat pandemi ini peningkatannya semakin signifikan,” tutur dia dalam keterangannya, Jumat (20/5/2022).
Dengan hanya berfokus pada layar, membuat interaksi anak dengan lingkungannya berkurang. Bagi balita yang sedang dalam tahap belajar berbicara, akan mengalami kekurangan stimulasi. Hal ini yang dapat menjadi salah satu penyebab anak mengalami terlambat bicara.
Menurut spesialis yang memegang tiga sub spesialisasi yaitu tumbuh kembang, MPASI, dan laktasi, bahwa kasus speech delay adalah yang paling banyak dikonsultasikan oleh orang tua. Dengan peningkatan jumlah kasus itu, ia ingin semua pihak concern terkait masalah ini.
Perlu didalami lebih lanjut, apa saja yang menjadi penyebab meningkatnya kasus speech delay di Indonesia. Apakah karena orang tuan terlalu sibuk sehingga anak kurang stimulasi, atau karena sering bermain gawai, atau karena penyebab lain.