REPUBLIKA.CO.ID, KOTA PEKANBARU -- Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Chaidir mengatakan, Bank Riau Kepri (BRK) yang menjadi BRK Syariah diyakini sebagai instrumen prinsip dalam mendukung visi Riau sebagai pusat perekonomian dan kebudayaan Melayu di Asia Tenggara.
"Praktik perbankan syariah seperti disebut Pemprov Riau mempertegas posisi Riau terhadap pembangunan ekonomi di daerah ini, sehingga Pemprov Riau tidak ingin setengah hati atau abu-abu. Halal ya halal, nonhalal ya nonhalal. Tidak boleh dicampur aduk," kata Chaidir kepada media di Pekanbaru, Sabtu (21/5/2022).
Tanggapan tersebut disampaikannya terkait disahkannya Perda BRK konvensional menjadi BRK syariah, melalui sidang paripurna DPRD Riau, Kamis (19/5/2022).
Ia mengatakan, seperti dipahami, bank syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaan bisnisnya berdasarkan hukum Islam (Syariah). Namun selama ini, katanya, dari berbagai indikasi, ciri kebudayaan Melayu dalam perspektif nilai memang terasa belum menjadi tarikan nafas pembangunan ekonomi di tanah ini.
"Masyarakat Riau ternyata enggan untuk bersusah payah berubah dari zona nyaman. Sehingga salah satu pemikiran Gubernur Syamsuar yang menyadarkan, bahwa tekadnya mengubah pola pengusahaan Bank Riau Kepri dari bank konvensional, total berubah harus menjadi bank syariah," katanya.
Mantan Gubernur Riau Wan Abubakar mengapresiasi komitmen Pemprov Riau yang terus mendorong Bank Riau Kepri (BRK) ini menjadi bank syariah. "Karena sesuai dengan kultur masyarakat Provinsi Riau sebagai masyarakat Melayu," kata Wan dalam keterangannya kepada media di Pekanbaru, Sabtu (21/5/2022).
Wan mengatakan, masyarakat Melayu identik dengan syariat, syariah dan Islam, sehingga keberadaan Bank Riau Kepri juga harus sejalan dengan kultur dan budaya masyarakat daerah Riau.