REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, mengatakan Indonesia menjadi salah satu dari 35 negara di dunia yang memiliki tingkat risiko bencana tertinggi di dunia, sebagaimana menurut World Bank pada 2019.
Data dari 1 Januari 2022 hingga 20 Mei 2022 tercatat ada 1.560 kejadian bencana yang artinya hingga saat ini setidaknya terjadi 11 kali bencana setiap hari pada 2022.
Menurut data BNPB, Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri memiliki 17 kabupaten/kota yang mana sebanyak 14 wilayah tersebut memiliki tingkat risiko bencana tinggi dan 3 lainnya berisiko sedang.
Langkah-langkah peningkatan kapasitas, kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana seperti yang dilakukan melalui pelatihan kepemimpinan menjadi komitmen yang sudah sesuai koridor dan sangat penting.
Lebih lanjut, Suharyanto mengingatkan apa yang menjadi arahan dari Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Rakornas PB) Tahun 2022, yang menekankan tentang peran penting pemerintah daerah seperti tanggung jawab mutlak sebagai komandan satgas darurat saat terjadi bencana, menyusun rencana kontijensi, meningkatkan kepemimpinan dan penyusunan program yang berorientasi pada ketangguhan terhadap bencana.
“Saya mengingatkan juga apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden, bahwa pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab mutlak terkait penanggulangan bencana,” kata Suharyanto, Sabtu (21/5/2022).
Dalam kesempatan itu, Kepala BNPB juga menjelaskan bahwa selain Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tanggung jawab dan kewenangan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana telah dijelaskan secara eksplisit dalam UU 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan PP 2/2018 tentang Standar Pelayanan Minimum, yang implementasinya dijelaskan dalam Permendagri 101/2018.
“Payung hukum untung penanggulangan bencana selain UU Nomor 24 tahun 2007, ada juga UU 23 tahun 2014 yang dipertegas lagi melalui PP/2018 tentang Standar Pelayanan Minimum bagi setiap kepala daerah, baik bupati maupun wali kota,” jelas Suharyanto.
Pada implementasinya, Suharyanto memahami bahwa penanggulangan bencana di tiap-tiap daerah selalu memiliki dinamikanya masing-masing. Ada daerah yang sudah baik dan cepat dalam penanggulangan bencana, ada daerah yang biasa-biasa saja dan ada pula wilayah yang masih lambat serta kurang maksimal. Kepala BNPB berharap agar segala dinamika itu dijadikan mementum untuk pembelajaran dan perbaikan di masa depan.
“Bencana silih berganti di Indonesia ini. Ada yang penanganannya cepat, ada yang biasa-biasa saja dan ada yang lambat. Kita tidak usah menghakimi. Tapi pengalaman daerah lain hendaknya dijadikan cermin bagi kita,” kata Suharyanto.