Temuan Pengajar ITS Jadi Finalis Penghargaan Inovasi di Eropa
Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pengajar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kota Surabaya, Fahmi Mubarok Ph.D. | Foto: Dok pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kota Surabaya, Fahmi Mubarok Ph.D, menorehkan prestasi gemilang setelah namanya masuk nominasi ajang Innovation Prize European Patent Office (EPO). Bersama ahli kimia dan insinyur Spanyol Nuria Espallargas, Fahmi melakukan penemuan lapisan pelindung semprot inovatif.
Hasil temuan itu memungkinkan penerapan pelapis keramik yang tidak dapat meleleh melalui penyemprotan termal. Hal itu membuka pintu untuk penggunaan pelapis industri (industrial coatings) yang lebih tipis dan lebih ringan.
Penyemprotan material bersuhu tinggi ke komponen, seperti rem mobil atau kereta bisa memperpanjang masa penggunaannya karena mereka dapat lebih tahan aus. Badan Antariksa Eropa (European Space Agency) pun sedang menguji pelapis tersebut untuk digunakan pada misi luar angkasa ke bulan dan Planet Mars.
Industri mobil diharapkan menjadi yang pertama memanfaatkan penemuan baru itu, yang dapat diaplikasikan pada rem mobil, truk atau kereta, dan manufaktur kaca. "Temuan jenius karya Fahmi Mubarok dan Nuria Espallargas berhasil memecahkan masalah yang diyakini mustahil oleh para ahli di bidangnya," ucap Presiden EPO António Campinos saat mengumumkan finalis European Inventor Award 2022 dalam siaran di Jakarta, Ahad (22/5/2022).
Mubarok dan Espallargas secara bersama-sama dinobatkan sebagai salah satu dari empat finalis dalam kategori 'SME' atau 'UKM', yang mencari para penemu luar biasa di perusahaan kecil dengan kurang dari 250 karyawan dan omzet tahunan kurang dari 50 juta euro atau sekitar Rp 774 miliar. Pemenang penghargaan inovasi EPO edisi 2022 dijadwalkan diumumkan dalam upacara virtual pada 21 Juni mendatang.
Ide di balik penemuan itu berakar dari studi doktoral, Nuria Espallargas dalam ilmu material dan teknik metalurgi. Nuria tertarik pada fakta beberapa jenis pelapis keramik, yang digunakan di industri karena kekuatannya, ketahanan suhu, dan bobotnya yang ringan, diterapkan dalam ruang hampa.
Namun, tidak dengan penyemprotan termal yang bahan dipanaskan hingga suhu lebih dari 2.500 derajat Celcius dan diaplikasikan dengan pistol semprot. Penyemprotan termal jauh lebih murah daripada menggunakan ruang hampa, dan lebih mampu menjangkau objek yang lebih luas untuk dilapisi.
Sebelumnya, praktik tersebut dianggap mustahil karena keramik lebih cenderung menguap daripada meleleh ketika dipanaskan dengan suhu tinggi.
"Pada prinsipnya, material yang tidak memiliki titik leleh, tidak dapat digunakan dalam penyemprotan termal, hal ini membangkitkan keingintahuan saya. Saya pikir kita perlu mencari tahu bagaimana menyelesaikan ini," kata Espallargas yang mengajar di Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU).
Akhirnya mulai 2010, Espallargas menggandeng Fahmi Mubarok, yang kala itu meneliti bagaimana silikon karbida-keramik, salah satu material sintetis yang paling keras, dapat disemprotkan secara termal. Setelah beberapa kali percobaan dan kesalahan, momentum eureka mereka terjadi.
"Saya menyadari bahwa senyawa tersebut harus mampu melindungi silikon karbida dari paparan suhu tinggi dan pada saat yang sama juga mengikat silikon karbida untuk membuat lapisan," kata Mubarok.