REPUBLIKA.CO.ID, DOHA – Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Afghanistan Thomas West bertemu dengan Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Mutaqqi di Doha, Qatar, Sabtu (21/5).
Pada kesempatan itu, West mengkritik kebijakan-kebijakan Taliban yang tidak mengakomodasi hak-hak dasar perempuan di Afghanistan.
“Gadis-gadis harus kembali bersekolah, perempuan bebas bergerak dan bekerja tanpa pembatasan untuk kemajuan hubungan yang normal,” kata West saat menjelaskan pertemuannya dengan Mutaqqi lewat akun Twitter-nya, dikutip laman Al Araby.
Selain itu, West dan Mutaqqi turut membahas tentang stabilisasi ekonomi di Afghanistan.
Sejak Taliban merebut kekuasaan di negara tersebut pada Agustus tahun lalu, sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, menerapkan sanksi berupa pembekuan aset dan penghentian bantuan.
Hal itu mendorong Afghanistan ke ambang bencana ekonomi. “Dialog akan berlanjut untuk mendukung rakyat Afghanistan dan kepentingan nasional kami,” kata West.
Baru-baru ini Taliban memerintahkan semua presenter perempuan di stasiun televisi Afghanistan untuk menutupi wajah mereka saat membawakan acara.
Taliban menyatakan perintah itu bersifat final dan tidak dapat dinegosiasikan. Pada 7 Mei lalu, Taliban mengumumkan dekret terbaru tentang kewajiban perempuan Afghanistan menggunakan burqa tradisional saat berada di ruang publik.
Mereka mengancam akan menghukum kerabat laki-laki dari perempuan yang tidak menaati peraturan tersebut. Kebijakan seperti itu pernah diterapkan Taliban saat mereka berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001.
Sebelumnya Taliban sudah mengumumkan pelarangan bagi kaum perempuan Afghanistan untuk mengendarai mobil. Perempuan Afghanistan pun diminta hanya meninggalkan rumah saat diperlukan.
Awal tahun ini, Taliban memutuskan tidak membuka kembali sekolah untuk siswi-siswi di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Taliban mengingkari janji yang pernah diumumkannya saat berhasil menguasai kembali Afghanistan pada pertengahan Agustus tahun lalu.
Keputusan Taliban menutup sekolah untuk siswi tingkat SMP dan SMA menuai kecaman internasional. Hal itu menghambat upaya mereka memperoleh pengakuan global sebagai pemerintahan yang sah di Afghanistan.