REPUBLIKA.CO.ID, DOHA – Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani mengatakan, kepemimpinan Iran siap mengompromikan pemulihan kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Menurut Al-Thani, pemulihan JCPOA dapat membantu pasokan ke pasar minyak global. Mencapai titik temu dalam pemulihan JCPOA akan meningkatkan stabilitas di kawasan Teluk dan membantu pasar minyak.
“Memompa jumlah tambahan minyak Iran ke pasar akan membantu menstabilkan harga minyak mentah dan mengurangi inflasi,” ucapnya dalam sambutan yang dikutip Aljazirah TV, Sabtu (21/5/2022).
Namun Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran mengoreksi pernyataan Al-Thani soal “kompromi” dalam pemulihan JCPOA. Menurut Kemenlu Iran, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei tak pernah menyatakan hal demikian saat bertemu Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani awal bulan ini.
“Pemimpin Tertinggi (Iran) tidak membuat pernyataan tentang kompromi, tetapi mengatakan kepada Emir Qatar: ‘Kami selalu mengatakan bahwa negosiasi harus produktif dan tidak membuang-buang waktu. Orang Amerika tahu apa yang harus dilakukan mengenai hal ini,” kata juru bicara Kemenlu Iran Saeed Khatibzadeh saat diwawancara kantor berita Tasnim.
“Jelas dari konteks pernyataan Pemimpin (Khamenei) bahwa (maksudnya) adalah bola ada di pengadilan Amerika Serikat (AS), yang harus membuat keputusan politik yang bijaksana untuk memenuhi kewajibannya,” ujar Khatibzadeh.
Pada Jumat (20/5) lalu, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani menyatakan, dia optimistis Iran dan Amerika Serikat dapat mencapai kesepakatan dalam pemulihan JCPOA.
Dia mengatakan, Qatar siap membantu kedua negara mengatasi masalah tersebut. Awal bulan ini Sheikh Tamim diketahui mengunjungi Iran dan bertemu para pemimpin negara tersebut, termasuk Ayatollah Ali Khamenei.
Pada 10 Mei lalu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengungkapkan, AS masih berharap mencapai kesepakatan dengan Iran untuk menghidupkan kembali JCPOA.
Meski pembicaraan telah terhenti selama berminggu-minggu, Washington tetap menganggap pemulihan JCPOA sebagai kepentingan terbaiknya. “Pada Mei 2022, kami terus percaya bahwa jika pembatasan yang diberlakukan oleh kesepakatan nuklir diberlakukan kembali pada Iran, program nuklir Iran akan dimasukkan kembali ke dalam kotak, waktu terobosan yang sekarang bertahan selama berminggu-minggu akan diperpanjang secara signifikan,” kata Price.
Dia menekankan, memulihkan JCPOA adalah salah satu cara mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Amerika Serikat sudah mendiskusikan rencana alternatif dengan para mitra dan sekutunya jika tidak ada kesepakatan tercapai. “Tidak pernah pasti, tidak pernah jelas bagi kami apakah kami dapat mencapai pengembalian bersama untuk kepatuhan, jadi kami selalu terlibat dalam perencanaan kontingensi dengan mitra kami,” ucap Price.
JCPOA terancam bubar setelah mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan.
Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.