REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah ke-48 digelar di Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma). Kali ini, mengangkat tema Dakwah Muhammadiyah di Tengah Populisme dan Evangelisme.
Rektor Unimma, Dr Lilik Andriyani mengatakan, ini merupakan seminar pra Muktamar 48 Muhammadiyah & Aisyiyah, bagian dari rangkaian yang digelar di seluruh Indonesia. Unimma sendiri mendapatkan kesempatan menggelar seminar pra muktamar putaran 20.
Ia mengaku sangat bersyukur, berdasarkan informasi gagasan-gagasan yang tertuang dalam seminar kali ini akan pula dijadikan sebagai buku. Yang mana, nantinya akan menjadi masukan-masukan yang baik bagi pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyan yang berlangsung di Solo.
Dadang berpendapat, tema Dakwah Muhammadiyah di Tengah Populisme dan Evangelisme kali ini memang merupakan tajuk yang sangat penting dibahas dan dipahami. Khususnya, bagi Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah yang dikenal organisasi kemasyarakatan modern dan moderat.
Muhammadiyah, lanjut Dadang, harus mengambil peran luar biasa dalam rangka tampil menjadi leading dalam dakwah Islam di Indonesia maupun di dunia. Sehingga, menjadi rahmatan lil alamin tidak cuma diucapan, tapi benar-benar diwujudkan dalam setiap tindakan.
"Muhammadiyah tidak membeda-bedakan, baik kep masyarakat Indonesia maupun warga dunia. Karenanya, kita berharap, Muhammadiyah bisa berperan aktif untuk bisa mewujudkan Indonesia berkemajuan," kata Lilik di Kampus 1 Unimma, Senin (23/5/2022).
Dalam pidato kuncinya, Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad menuturkan, abad kedua ini tantangan dakwah berbeda, jadi orientasi dakwah ikut berbeda. Artinya, dakwah dari Muhammadiyah sekarang lain dengan Muhammadiyah pada masa mendatang.
Ia mengingatkan, pesan Kiai Dahlan soal masing-masing zaman memang memiliki permasalahan yang akan berbeda harus jadi peringatan. Maka itu, sektor dakwah Muhammadiyah harus responsif terhadap perkembangan dunia, jangan sampai masih saja menggunakan paradigma lama.
Hari ini, ia melihat, media sosial semakin memiliki posisi yang sangat penting dan sudah masuk ke hampir semua sektor kehidupan manusia. Bahkan, anak-anak kekinian tidak lagi mempelajari agama dari guru-guru yang memang berkompeten, tapi melalui akun-akun media sosial.
"Muhammadiyah itu harus berani mengisi ruang-ruang tersebut karena kalau tidak anak-anak pada masa kini tidak akan tahu Muhammadiyah seperti apa," ujar Dadang.
Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi merasa, tsunami informasi atau pandemi informasi menjadi tantangan yang sangat menantang hari ini. Menjadikan antara informasi yang benar dan yang salah bercampur dan ada yang memang sengaja mencapur, melahirkan sebuah kekeliruan.
Tapi, kata Irfan, pendakwah harus tetap mencari rujukan yang benar, jangan cuma ikut terhadap apa saja yang sudah ramai dibicaraman atau viral di media sosial.
Sebab, ia mengingatkan, apa yang dai-dai sampaiman memiliki bentuk pertanggung jawaban tidak cuma di dunia, tapi akhirat.
Aktivis dakwah harus kembali ke khitah, senantiasa berpegang kepada etika. Sebab, jika membiarkan diri terlepas dari etika apa yang dilakukan pendakwah itu tidak lagi sesuai gerakan Islam rahmatan lil alamin, yang sebenarnya sudah menjadi konsep sangat indah sebagai dakwah.
Sebab, ia mengingatkan, konsel rahmatan lil alamin menegaskan kalau dakwah Islam yang disampaikan dan diperjuangkan tidak cuma kepada manusia yang berbeda. Bahkan, tidam cuma kepada semua mahluk yang ada di muka bumi, tapi dakwah kepada seluruh alam semesta.
"Karenanya, kita tidak sedang berlomba, jadi ketika kita menerima informasi dan menyiarkannya jangan cepat cepatan, tapi tepat tepatan," kata Irfan.