Selasa 24 May 2022 01:35 WIB

Larangan Ekspor CPO, Bea Cukai: Indonesia Kehilangan Devisa 2,2 Miliar Dolar AS

Devisa negara itu setara dengan 1,6 juta ton minyak goreng mentah.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memprediksi Indonesia akan kehilangan devisa sebesar 2,2 juta dolar AS.
Foto: Rosa Panggabean/Antara
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memprediksi Indonesia akan kehilangan devisa sebesar 2,2 juta dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memprediksi Indonesia akan kehilangan devisa sebesar 2,2 juta dolar AS. Hal ini diakibatkan kebijakan larangan ekspor minyak goreng mentah atau Crude Palm Oil (CPO) berlaku pada 28 April 2022 lalu.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, devisa negara itu setara dengan 1,6 juta ton minyak goreng mentah. "Estimasi kami akan mengurangi sekitar 1,6 juta ton khusus CPO, devisa 2,2 miliar dolar AS," ujar Askolani saat konferensi pers APBN KiTA secara virtual, Senin (23/5/2022).

Baca Juga

Askolani juga menghitung larangan sementara ekspor CPO dan turunannya ini akan mengurangi pungutan bea keluar sebesar Rp 900 miliar pada bulan ini atau Mei 2022. "Kalau dari perkiraan kami, pembatasan sementara ekspor CPO dan turunannya ini paling tidak akan mengurangi bea keluar sekitar Rp 0,9 triliun atau Rp 900 miliar," ucapnya.

Meski begitu, awal pekan ini pemerintah sudah mulai membuka keran ekspor CPO dan turunannya. Adapun aturan teknis ekspor CPO ini nantinya akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Sementara Kementerian Keuangan nanti akan menyusul menerbitkan peraturan tertulis berupa Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Nantinya kebijakan baru dari pengendalian ekspor CPO dan turunannya akan diawasi dengan baik, baik di domestik maupun ekspor. 

"Dengan 23 kembali normal, total tetap akan tumbuh tiga persen dari tahun sebelumnya, walaupun bea keluar akan lebih rendah dari 2021," ucap Askolani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement