REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perusahaan platform pemasaran penginapan, Airbnb Inc. menutup operasinya di China dan memilih untuk fokus pada pariwisata keluar China karena negara itu melanjutkan pendekatan agresifnya untuk mengatasi Covid-19.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (24/5/2022), perusahaan yang berbasis di San Francisco itu akan berhenti menawarkan rumah sewa dan pengalaman di negara itu musim panas ini.
Namun, kemungkinan masih akan mempertahankan kehadirannya di China dengan kantor di Beijing karena perusahaan mengharapkan pariwisata keluar meningkat ketika pembatasan aktivitas kembali dilonggarkan.
Airbnb mulai beroperasi di China pada tahun 2016 dan pandemi menambah kesulitan dan kompleksitas operasi di dalam negeri, kata sumber Bloomberg.
Lantaran penyewaan penginapan di China hanya menyumbang 1 persen dari pendapatan Airbnb, perusahaan melihat peluang yang lebih besar dalam pariwisata outbound dari China. Khususnya untuk perjalanan di kawasan Asia-Pasifik.
“China pada dasarnya adalah bisnis outbound. Orang-orang pergi ke China tetapi terutama mereka bepergian ke China dan mereka pergi ke komunitas lain, terutama di sekitar Asia," kata Chief Executive Officer Airbnb Brian Chesky dikutip dari Bloomberg.
Pada sebuah acara di New York awal Mei ini, Chesky mengatakan dia mengharapkan kawasan Asia pulih pada 2023.
China diketahui telah mengambil pendekatan nol-Covid untuk menahan virus, dengan pemerintah menempatkan seluruh kota pada penguncian mobilitas selama berminggu-minggu.
Beberapa ekonom telah memangkas perkiraan mereka untuk pertumbuhan ekonomi China dalam beberapa hari terakhir karena pembatasan pemerintah terus berlanjut, menghambat pertumbuhan.
Data pekan lalu pun menunjukkan output industri dan belanja konsumen China pada April turun ke level terburuk sejak pandemi dimulai, sementara tingkat pengangguran naik menjadi 6,1 persen dan pengangguran kaum muda mencapai rekor.
Pendekatan tanpa toleransi telah memicu kritik dari bisnis, memicu frustrasi publik dan telah menempatkan target pertumbuhan ambisius setahun penuh Beijing sekitar 5,5 persen lebih jauh dari jangkauan.
Selama hari-hari awal pandemi 2020 lalu, Airbnb menangguhkan check-in ke tempat-tempatnya di Beijing untuk mematuhi peraturan setempat. Dalam pengajuan peraturan pada bulan Februari lalu, perusahaan mengatakan akan terus mengeluarkan biaya yang signifikan untuk beroperasi di China dan mungkin tidak dapat mencapai profitabilitas di negara tersebut.
“Faktor-faktor ini, dikombinasikan dengan sentimen tenaga kerja di China, dan kebijakan China terhadap investasi asing langsung dapat berdampak pada operasi kami di China,” menurut laporan kuartalan Airbnb.
Airbnb mengutip kesulitan lain yang dihadapinya dalam melakukan bisnis di China, termasuk dipaksa untuk menanggapi permintaan dari lembaga pemerintah untuk berbagi informasi tentang pengguna platformnya.
Perusahaan juga menegaskan, setiap kemunduran yang berkepanjangan dalam hubungan bilateral AS-China atau eskalasi risiko geo-politik di China dapat berdampak buruk pada bisnisnya.