REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jawa Timur, Muthowif mengungkapkan, ada sekitar 6.500 sapi yang terkonfirmasi positif Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di wilayah setempat. Semakin meluasnya wabah PMK tersebut membuat pemerintah menerapkan aturan lockdown lalu lintas perdagangan sapi di sejumlah daerah yang terjangkit PMK.
Muthowif mengatakan, kebijakan lockdown tersebut berdampak pada kerugian yang sangat besar bagi peternak. Kerugian peternak yang kelihatan dengan nyata adalah dijualnya sapi-sapi dengan harga murah. "Padahal peternak berharap menjelang Idul Adha bisa menjual sapi-sapinya dengan harga yang bagus dan ada keuntungan," ujarnya, Selasa (24/5/2022).
Menurut Muthowif, lockdown yang diterapkan seharusnya difokuskan pada pembatasan perdagangan antarprovinsi bukan pembatasan perdagangan antarkabupaten/kota seperti yang diterapkan saat ini. Apalagi, kata dia, kinerja Dinas Peternakan untuk melakukan pengecekan kesehatan hewan dalam mengantisipasi PMK terbilang sangat lambat, bahkan tidak ada.
"Seperti untuk mendapatkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari instansi sangat sulit. Sehingga yang dirugikan adalah para peternak yang sudah mulai bergairah memelihara ternak jelang Idul Adha," ujarnya.
Ia pun berharap Dinas Peternakan dan aparat keamanan menyamakan pemahaman agar pembatasan perdagangan sapi yang diterapkan difokuskan pada perdagangan antarprovinsi. Artinya, pardagangan antarkabupaten/kota tetap diperbolehkan dengan pengawasan ketat.
"Untuk mengurangi kerugian para peternak sapi. Para jagal di Surabaya yang bukan penghasil ternak juga belakangan mulai kesulitan mendapatkan pasokan sapi siap potong," kata dia.