Rabu 25 May 2022 05:05 WIB

Ini Konsekuensi Jika Provinsi Baru di Papua Ikut Pemilu 2024

Banyak konsekuensi apabila ingin mengikutsertakan empat provinsi baru di Papua.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari.
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari mengatakan, apabila Undang-Undang (UU) mengenai empat provinsi baru di Papua disahkan tahun ini, maka empat daerah otonomi baru (DOB) itu dapat diikutsertakan dalam Pemilu dan Pilkada 2024. Namun, menurut dia, pemerintah dan DPR harus mengubah ketentuan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada.

"Berarti harus ada perubahan undang-undang," ujar Hasyim saat ditemui Republika, belum lama ini.

Dia menjelaskan, banyak konsekuensi dari segi elektoral apabila ingin mengikutsertakan empat provinsi baru di Papua. Pertama, pemetaan daerah pemilihan (dapil) untuk pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI, akan berubah karena bertambahnya provinsi.

Kedua, penentuan dapil tentu berimplikasi pada alokasi jumlah kursi. Saat ini, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ditentukan, jumlah kursi setiap dapil anggota DPR paling sedikit tiga kursi dan paling banyak 10 kursi, dengan total kursi di DPR sebanyak 575 kursi.

Hasyim mengatakan, apabila ada penambahan dapil karena ada empat provinsi baru, maka terjadi penambahan alokasi jumlah kursi dari Papua paling sedikit 12 kursi. Dengan demikian, terjadi konsekuensi penambahan total kursi di DPR yang kemudian mengharuskan perubahan ketentuan UU Pemilu.

Lalu, karena ada empat provinsi baru, maka akan ada pembentukan empat DPRD provinsi baru, termasuk pembentukan DPRD kabupaten/kota di setiap provinsi. Dalam UU Pemilu disebutkan total kursi minimal dan maksimal di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota.

Penetapan total kursi di DPRD didasarkan pada jumlah penduduk di daerah masing-masing. Jumlah kursi setiap dapil anggota DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota paling sedikit tiga kursi dan paling banyak 12 kursi.

"Itu konsekuensinya nanti ya DPR RI nya berubah, dapilnya berubah, alokasi kursi berubah. DPRD provinsi, yang satu provinsi jadi empat pasti ada DPRD provinsi baru, dapilnya apa, alokasi kursinya berapa, kan harus dirumuskan ulang di Undang-Undang, bukan wewenang KPU soalnya," kata Hasyim.

Ketiga, alokasi jumlah kursi DPD RI. Dalam UU Pemilu disebutkan, jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan empat.

Jika ada empat provinsi baru, maka akan ada 16 kursi baru di DPD. Namun, Hasyim mengingatkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan, jumlah seluruh anggota DPD RI tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR RI.

"Harap diingat konstitusi kita itu ada ketentuan jumlah kursi DPD tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah kursi DPR. Kalau dia tambah 16 kursi, proporsionalitasnya melebihi enggak sepertiganya kursi DPR, itu juga harus dipikirkan," tutur dia.

Keempat, apabila empat provinsi baru itu sudah terbentuk, maka perlu dilakukan pemilihan gubernur (pilgub) pada 2024. Jika tidak, maka akan diangkat penjabat gubernur sampai pelaksanaan pilkada serentak lima tahun berikutnya.

"Yang enggak bisa dihindari adalah pilgub. Kalau provinsinya sudah ada, maka mau enggak mau ya pilgubnya ya 2024. Kalau enggak ya diisi penjabat sampai lima tahun lagi, karena Undang-Undang Pilkada desainnya lima tahunan. Ini dari aspek elektoral. Dari aspek yang lain-lain, keamanan, stabilitas, pemerintah kan pasti punya perhitungan," ucap Hasyim.

Dia melanjutkan, tidak ada konsekuensi penambahan empat provinsi baru di Papua dengan pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) 2024. Sebab, hitungannya per orang yang diakumulasi secara nasional.

Namun, untuk mengurangi tensi ketegangan, dia menyarankan dilakukan pembagian secara proporsional di daerah induk seperti yang terjadi di Kalimantan Utara dan Sulawesi Barat. Tetapi tetap, penghitungan alokasi jumlah kursi DPD dan pilgub tak bisa dihindari.

"Intinya DOB-nya ya, tapi kemungkinan pengisian pemilunya ini yang saya belum tahu tanda-tandanya. Karena yang saya sampaikan, stabilitas keamanan di daerah," ujarnya. 

"Tapi kalau kami dimintai pendapat ya untuk DPR RI, DPRD provinsi, itu sebaiknya pemilu di daerah itu dibagikan secara proporsional, pemilu di daerah baru kan pasti ada ketegangan-ketegangan, masih ada ketegangan tiba-tiba disuruh tegang lagi untuk rebutan kursi," tutur Hasyim lagi.

Di sisi lain, menurut Hasyim, belum ada itikad dari pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan UU Pemilu maupun Pilkada terkait persoalan empat provinsi baru di Papua. Dia menuturkan, pihaknya sudah menyampaikan konsekuensi dari segi elektoral ini.

Namun, kata Hasyim, kepastian empat DOB di Papua disertakan atau tidak dalam Pemilu dan Pilkada 2024, harus disampaikan tahun ini. Pasalnya, pada tahun depan harus sudah ada penetapan dapil sebagai basis untuk pencalonan.

"Tahun ini, tahun depan sudah harus ada dapil, karena dapil dijadikan basis untuk pencalonan. Kalau Mei pencalonan berarti kan Februari harus ada penetapan dapil," kata Hasyim.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah pada Rabu (6/4). Dengan disetujuinya RUU tersebut, maka akan ada tiga provinsi baru di Tanah Papua.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement