Selasa 24 May 2022 18:22 WIB

Mengantisipasi Dini Cacar Monyet Sebelum Ada di Tanah Air

Cacar monyet harus diwaspadai terutama bagi anak-anak yang memiliki imunitas rendah.

Red: Indira Rezkisari
 Foto dari mikroskop elektron yang dipasok Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 2003 memperlihatkan virus monkeypox penyebab cacar monyet.
Foto: Cynthia S. Goldsmith, Russell Regner/CDC via
Foto dari mikroskop elektron yang dipasok Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 2003 memperlihatkan virus monkeypox penyebab cacar monyet.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Dian Fath Risalah, Kamran Dikarma, Antara

Pemerintah diminta menyiapkan langkah-langkah antisipasif sejak dini mengatasi penyebaran penyebaran cacar monyet atau monkeypox virus. Cacar monyet dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 orang dan terjadi di 12 negara, meski belum ditemukan di Indonesia hingga saat kini.

Baca Juga

"Pemerintah harus segera menyiapkan langkah pencegahan dan penanggulangan penyakit dengan gejala demam, ruam kulit melepuh menjadi lenting dan pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak," Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, dalam keterangannya, Selasa (24/5/2022).

Salah satu yang harus segera dilakukan pemerintah, kata Netty, ialah edukasi tentang penyakit cacar monyet kepada masyarakat. Jelaskan gejalanya, penyebabnya hingga cara mencegah dan mengobatinya.

"Masyarakat harus mendapatkan informasi akurat terkait munculnya cacar monyet. Jangan sampai penyakitnya sudah di depan mata, sementara masyarakat mendengar namanya saja belum pernah," tambah Netty.

Politikus dari F-PKS ini berharap pemerintah memantau dan melakukan kontak dengan negara-negara yang sudah terjangkit cacar monyet seperti Inggris, Belgia, AS, Australia atau Spanyol. Penyakit cacar monyet ini telah menjadi penyakit endemi di 12 negara di antaranya yakni Benin, Sudan Selatan, Ghana, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo dan Sierra Leone.

"Kita perlu tahu, hal apa yang sudah dilakukan negara-negara tersebut dalam menghadapi kasus cacar monyet. Misalnya Amerika Serikat yang mengidentifikasi penyakit cacar monyet dengan sistem berjenjang atau Belgia yang menerapkan sistem karantina bagi penduduk yang terkena, atau seperti Spanyol yang menutup tempat yang diduga jadi sumber penyebaran cacar monyet," ujarnya.

Hal-hal seperti ini, lanjut Netty, perlu dipelajari guna meningkatkan kewaspadaan. Selain itu, dia juga meminta pemerintah agar melakukan jemput informasi ke lapangan dengan menurunkan petugas kesehatan.

"Sebaiknya jangan menunggu ada pasien dengan cacar monyet yang berobat ke faskes. Turunkan petugas langsung ke wilayah yang diduga dapat menjadi sumber penyebaran. Kerjasama dengan struktur RT/RW, PKK atau PLKB untuk mendeteksi warga di wilayahnya masing-masing," imbuhnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Mohammad Syahril mmenegaskan hingga kini cacar monyet belum terdeteksi di Indonesia. Namun, ia memastikan hingga pemerintah terus memantau kasus secara global dan meningkatkan kewaspadaan di pintu masuk Indonesia.

"Indonesia belum ada laporan kasus cacar monyet ini, artinya seluruh fasilitas kesehatan, puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan belum ada laporannya itu," kata Syahril.

Monkeypox atau cacar monyet paling banyak menular melalui kontak erat dan sentuhan langsung. Baik dengan manusia yang sedang sakit cacar monyet, atau dengan hewan monyet yang terpapar virus tersebut.

"Penularan pertama bisa darah air liur maupun cairan tubuh. Yang kedua lesi di kulit, kan cacar ini seperti ada cairannya, maka itu kalau pecah bisa memberikan penularan. Kemudian juga ada dugaan droplet di pernapasan," terang Syahril.

Masa inkubasi cacar monyet biasanya 6–16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5–21 hari. Gejala yang timbul diawali dengan demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot dan lemas.

Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan. Dalam 1-3 hari setelah gejala awal atau fase prodromal, akan memasuki fase erupsi berupa munculnya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap.

Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok.

Meski bisa sembuh ini penyakit ini tetap perlu diwaspadai terutama bagi anak-anak yang memiliki imunitas rendah. "Sama seperti halnya virus-virus yang lain. Monkeypox ini akan disembuh sendiri dengan kekuatan tubuh. Tapi masalahnya apabila dia berlanjut invasi dan erupsi apabila pada orang dengan risiko tinggi atau dengan pasti imunitas rendah maka itu bisa juga berefek ke yang lebih berat atau lebih lama penyembuhannya," kata dia.

Kasus cacar monyet yang parah lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien dan tingkat keparahan komplikasi. Kasus kematian sendiri bervariasi tetapi kurang dari 10 persen kasus yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Secara umum, kelompok usia yang lebih muda tampaknya lebih rentan terhadap penyakit monkeypox.

photo
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit ini awalnya banyak ditemukan di Afrika. - (CDC via AP)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement