REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Petenis nomor satu dunia Novak Djokovic mengecam keputusan panitia Wimbledon yang melarang semua pemain Rusia dan Belarusia tampil di Grand Slam tersebut. Ia mengatakan larangan tersebut sebuah keputusan yang salah. Ia mengkritik penyelenggara karena kurangnya komunikasi.
Larangan tersebut buntut dari invasi Rusia ke Ukraina yang dibantu Belarusia. Inggris adalah negara yang cukup keras dalam mengecam invasi tersebut. Mereka turut memberikan sanksi kepada siapapun yang berkaitan dengan Rusia. Roman Abramovich harus menjual Chelsea karena dianggap menjadi orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Mereka belum mendiskusikannya dengan siapa pun dari ATP atau pemain individu mana pun – atau, dalam hal ini, pemain Rusia atau Belarusia – untuk sekadar berkomunikasi dan memahami apakah ada kesamaan di mana kedua belah pihak dapat membuat kompromi dan sesuatu dapat berhasil. Jadi saya pikir itu keputusan yang salah. Saya tidak mendukung itu sama sekali,” kata Djokovic dilansir dari Daily Mail, Selasa (24/5/2022).
Djokovic mendengar bahwa kemungkinan ada opsi pagi para pembuat keputusan seperti kemungkinan membuat pertandingan eksebisi untuk mengumpulkan uang guna membantu Ukraina. Bukan kali ini saja Djokovic berurusan dengan pihak ATP. Di masa lalu ia pun pernah berurusan.
Ia mengatakan sebagai pemain jika ada kesalahan di pihan ATP dan penyelenggara turnamen maka harus disampaikan. Ia pun sadar ada beberapa konsekuensi yang akan dihadapinya dengan berkata jujur.
ATP mengatakan bahwa semua pemain yang memperoleh poin peringkat di Wimbledon pada tahun 2021 (Djokovic memperoleh maksimum 2.000 untuk mengambil kejuaraan) akan dihapus dari rekor mereka sebagai bagian dari sistem 52 minggu biasa yang menghitung 19 turnamen terbaik seseorang selama rentang itu.
“Wimbledon, bagi saya, selalu menjadi turnamen impian saya ketika saya masih kecil. Jadi saya tidak melihatnya melalui lensa poin atau hadiah uang. Bagi saya, itu sesuatu yang lain,” ujarnya.