REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih membahas kuota domestic market obligation (DMO) minyak sawit atau CPO yang harus dijalankan eksportir CPO di tanah air. Kebijakan DMO tersebut sebagai ganti diperbolehkannya kembali ekspor CPO sehingga melalui DMO, pasokan dalam negeri terjamin.
Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mengatakan, pemerintah lintas kementerian dan lembaga belum menentukan berapa persentase DMO minyak sawit.
Namun, berdasarkan perkembangan sejumlah rapat, pemerintah menginginkan agar pasokan produk minyak goreng curah untuk masyarakat tersedia 10 ribu kilo liter per hari sehingga dalam setahun diperoleh pasokan 3,7 juta kilo liter.
"Sementara begitu, tapi ini hanya (berdasarkan) saat kami mengikuti rapat-rapat. Keputusannya bagaimana kami belum tahu secara pasti," kata Putu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DRP, Selasa (24/3/2022).
Putu menjelaskan, aturan teknis mengenai DMO tersebut akan diformulasikan dan diatur oleh Kementerian Perdagangan. Adapun Kemenperin, bertugas dalam memastikan pendistribusian minyak goreng dari industri berjalan.
Seluruh proses produksi dan distribusi minyak goreng oleh produsen dan masing-masing distributornya dipantau secara daring melalui aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah atau (Simirah) dan Sistem Informasi Industri Nasional (SiiNas).
Pada Senin (23/5/2022), Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein, dan Used Cooking Oil atau minyak jelantah.
Beleid itu mengatur teknis persyaratan untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) CPO dari Kemendag. Di mana, salah satu syarat utama yakni terlebih dahulu memasok kebutuhan dalam negeri hingga proses pendistribusiannya yang menjadi skema dalam DMO. Selain itu, Kemendag menetapkan kebijakan domestic price obligation (DPO) yang mengatur harga CPO khusus untuk pasar dalam negeri.
Namun, aturan itu belum mengatur teknis seberapa besar DMO yang harus dipasok oleh produsen berikut harganya.
Anggota Komisi VII DPR, Nasril Bahar, dalam RDP mengusulkan agar setidaknya DMO ditetapkan di atas 30 persen. "Supaya tidak ada lagi permainan ekspor CPO untuk mendapatkan legalitas ekspor," katanya.
Berkaca dari kebijakan sebelumnya yang diterapkan Kemendag pada Februari lalu, DMO ditetapkan 20 persen kemudian ditingkatkan menjadi 30 persen. Namun, kebijakan itu dicabut lantaran dinilai memicu lonjakan harga CPO dunia.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, mengatakan, pihaknya masih menunggu keseluruhan regulasi dari pemerintah. "Kita tunggu sampai tuntas sosialisasinya," kata Eddy.