Selasa 24 May 2022 21:40 WIB

Kementerian Pertanian Dinilai Terlalu Santai Hadapi Wabah PMK

Koordinasi pusat dengan daerah perlu ditingkatkan hadapi wabah PMK.

Rep: Muhyiddin/ Red: Indira Rezkisari
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan ke sapi yang akan dikirim ke Kalimantan saat menjalani proses karantina di kandang Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Karantina Pertanian di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (23/5/2022). Balai Karantina Pertanian Palu melakukan tindakan karantina selama 14 hari bagi sapi yang akan dikirim ke luar daerah untuk mendeteksi dan mencegah penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan ternak.
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan ke sapi yang akan dikirim ke Kalimantan saat menjalani proses karantina di kandang Instalasi Karantina Hewan (IKH) Balai Karantina Pertanian di Palu, Sulawesi Tengah, Senin (23/5/2022). Balai Karantina Pertanian Palu melakukan tindakan karantina selama 14 hari bagi sapi yang akan dikirim ke luar daerah untuk mendeteksi dan mencegah penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan ternak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota komisi IV DPR RI dari fraksi PKS, drh Slamet menilai pemerintah terlalu santai menghadapi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Menurut dia, respons Kementerian Pertanian terhadap meluasnya penyebaran PMK dinilai sangat santai. Padahal, faktanya di lapangan terus terjadi peningkatan.

"Kementan dalam hal ini badan karantina sangat lemah dan menurut saya perlu di telusuri, apakah karena ada tekanan-tekanan di lapangan saat pengawasan atau betul-betul lemah secara teknis," ujar Slamet, dalam siaran pers, Selasa (24/5/2022).

Baca Juga

Slamet mengatakan, sikap santai Kementerian Pertanian dalam menghadapi wabah PMK ini dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. Bahkan dapat berdampak sangat luas bagi masyarakat khususnya para peternak jika tidak segera dilakukan upaya preventif.

Karena itu, politikus senior PKS ini mendorong Kementerian Pertanian segera melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam membatasi mobilitas hewan ternak yang terindikasi terinfeksi virus. Menurutnya, pemerintah daerah memiliki perangkat yang cukup hingga sampai pada tingkat atau level peternak kecil sehingga harus dilibatkan dalam pencegahan penyebaran virus PMK ini.

"Lakukan edukasi yang benar untuk para peternak kita, dan siapkan vaksin untuk jangka panjang," ucap Slamet.

Secara teori, menurut Slamet, untuk mengatasi PMK harus dilakukan eradikasi atau pemusnahan. Di sinilah negara harus hadir dan menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, khususnya peternak kecil. Menurut dia, pemerintah harus memberikan ganti rugi kepada para peternak kecil atau dicari skema-skema yang bisa meringankan beban rakyat kecil kita.

Selain itu, tambah dia, kecerobohan pemerintah di bawah kebijakan Presiden Jokowi juga mengubah asal impor dari berbasis negara menjadi berbasis zona, di mana diizinkan bagi zona yang dinyatakan aman tapi belum dinyatakan aman secara keseluruhan di satu negara tersebut. "Malaysia, India, China, dan Brasil ini setahu saya negara yang belum bebas PMK. Sementara keran impor dari negara ini (khususnya) India cukup besar. Ditambah lemahnya karantina dan pengawasan di lapangan, maka klop lah kalo hari ini ada wabah PMK," kata Slamet.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement