REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dalam surat Asy Syu'ara ayat ke-86 dapat ditemukan doa Nabi Ibrahim kepada Allah agar mengampuni bapaknya yang tergolong orang-orang sesat. Tapi benarkah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bapak kandung nabi Ibrahim? Ataukah lafadz liabiyy pada ayat itu yang berarti bapakku maksudnya adalah orang lain yang bukan bapak kandung nabi Ibrahim?
وَاغْفِرْ لِأَبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ
dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat. (Alquran surat Asy Syu'ara ayat 86) .
Pakar tafsir Alquran yang juga pengasuh Pondok Pesantren Bayt Alquran-Pusat Studi Alquran, ustaz Syahrullah Iskandar mengatakan bapaknya nabi Ibrahim pernah berjanji akan beriman dan mentauhidkan Allah SWT. Nabi Ibrahim pun memohonkan ampunan untuknya.
Namun ada pendapat yang berbeda menyebutkan bahwa nabi Ibrahim yang menjanjikan kepada bapaknya akan memohon ampunan kepada Allah bila bapaknya itu sungguh-sungguh bertaubat dan mau beriman. Pendapat yang kedua ini yang paling kuat sebab ditopang dengan sejumlah ayat seperti pada surat Maryam yang menerangkan bahwa nabi ibrahim menjanjikan akan memohonkan ampunan untuk bapaknya.
Terlepas dari itu, setelah diamati bapaknya itu tidak berubah dan tidak beriman kepada Allah dan tidak mengikuti risalah yang dibawa nabi Ibrahim. Bahkan bapaknya itu mengancam akan merajam nabi Ibrahim dan meminta agar nabi ibrahim pergi menjauh darinya. Sebab itu nabi Ibrahim pun berlepas diri terhadap bapaknya. Meski begitu nabi Ibrahim tetap menghormatinya, berbuat baik padanya dan tidak menjauhinya kendati akidahnya berbeda.
Syekh Yasin Muhammad Yahya dalam kitab yang ditulisnya yakni Min wahyil Quran berpendapat bapaknya nabi Ibrahim seperti yang disebutkan pada surat Asy Syu'ara ayat 86 bukanlah bapak kandungnya. Tetapi yang dimaksud adalah pamannya atau saudara laki-laki dari bapak kandungnya nabi Ibrahim.
"Jadi bukan bapak yang sesungguhnya tapi disitu paman. Banyak sekali penggunaan kata abun di dalam Alquran tetapi yang dimaksudkan adalah paman, saudara dari ayah," kata ustaz Syahrullah dalam kajian kitab Min wahyil Quran di Bayt Alquran beberapa hari lalu.
Ustaz Syahrullah memberikan salah satu contohkan ayat yang terdapat lafadz abun tapi tidak bermakna ayah kandung melainkan bermakna paman. Seperti pada ayat ke-133 surat Al Baqarah.
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ إِلَٰهًا وَٰحِدًا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Ustaz Syahrullah menjelaskan pada ayat tersebut menceritakan nabi Ya'qub yang bertanya pada anak-anaknya tentang apa yang akan anak-anaknya sembah sepeninggalnya? Anak-anaknya itu lalu menjawab bahwa mereka akan menyembah Tuhannya nabi Ya'qub yang juga Tuhannya ayah-ayahnya nabi Ya'qub yakni nabi Ibrahim (kakeknya nabi Ya'qub), nabi Ishaq (ayah kandung nabi Ya'qub) dan nabi Ismail (pamannya nabi Ya'qub).
"Perhatikan, disitu menyebutkan illahi abaaka (Tuhan bapak kamu) yaitu Ibrahim Ismail, Ishak. Kenapa disebut juga Islamil disitu? Padahal ayahnya dia (nabi Ya'qub) adalah Ishak. Ismail kan pamannya. Tetapi disebut disitu illaha abaaaik, kata abun disebutkan disitu. Inilah salah satu contoh," kata ustaz Syahrullah. Karena itu menurut ustaz Syahrullah kata abuun tidak mesti berarti ayah kandung.
Dalam sebuah riwayat dijelaskan nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa ia itu (benihnya) berpindah dari tulang sulbi orang-orang yang bersih baik itu laki-laki maupun perempuan. Artinya silsilah nabi Muhammad dari ayah kandungnya hingga nabi Adam adalah orang-orang yang bersih, bertauhid kepada Allah. Maka riwayat ini pun menjadi penguat para ulama yang berpendapat bahwa ayahnya nabi Ibrahim itu juga adalah orang yang beriman dan tidak mungkin orang yang ingkar kepada Allah, sebab dari situlah silsilah nabi Muhammad SAW. Dalam arti lain tidak mungkin silsilah nabi Muhammad berasal dari orang yang musyrik. Maka nama Azar yang disebutkan dalam sejarah sebagai nama ayah nabi Ibrahim bukanlah ayah kandung melainkan pamannya nabi Ibrahim.
Ustaz Syahrullah mengatakan bahwa nama Azar itu adalah laqob atau gelar bermakna orang yang bersalah penyembah berhala. Nama aslinya adalah Tarah. Ini juga yang menjadi perdebatan para ulama apakah Azar dan Tarah adalah orang yang sama atau keduanya berbeda, yang satu pamannya dan yang satu lagi adalah ayah kandungnya.
Namun jika Azar atau pun Tarah adalah orang yang sama dan ayah kandung nabi Ibrahim, ada argumentasi ulama yang menyatakan bahwa Nur Muhammad sudah berpindah ke nabi Ibrahim ketika Azar menjadi kafir. Tetapi menurut ustadz Syahrullah pendapat atau argumentasi yang kuat adalah bahwa Azar itu bukan ayah kandung nabi Ibrahim melainkan pamannya.
Sedang pendapat yang ketiga, ulama memilih untuk tidak mempersoalkan itu sebab tidak dijelaskan detail dalam Alquran. Pendapat ketiga lebih memilih husnudzan bahwa ayahnya nabi Ibrahim adalah orang yang beriman dan bukan penyembah berhala.