REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Aman Palestina Indonesia tahun 2022 ini mengadakan Program Wakaf Pembangunan Rumah Sakit Mental dan Rehabilitasi di Gaza. Warga Palestina di Gaza dihadapkan pada berbagai risiko akibat penindasan yang menimpa mereka. Ini menyebabkan tidak sedikit dari mereka mengalami penghinaan, frustasi, kehilangan perspektif, dan merasakan perasaan terasing yang mengarah pada peningkatan masalah penyakit mental seperti kecemasan dan depresi (skizofrenia dan bipolar).
Merujuk pada Global Burden of Disease WHO (Mental Health Report, 2001) dalam setahun, 33 persen anak-anak di Palestina hidup dalam ketidakberdayaan akibat gangguan kejiwaan, peningkatan jumlah ini mengakibatkan kesengsaraan, kecacatan dan kerugian ekonomi yang cukup besar untuk rakyat Palestina.
Organisasi kesehatan dunia WHO mengklaim bahwa tidak ada data nasional yang dapat diandalkan untuk mendapatkan gambaran secara rinci kesehatan mental di Palestina. Kurangnya data epidemiologi yang dapat diandalkan memunculkan asumsi bahwa gangguan mental yang terjadi di Palestina kurang lebih sama dengan yang ada di dunia.
WHO memperkirakan bahwa 5-10 persen dari populasi di wilayah Palestina yang diduduki sekarang kemungkinan besar menderita beberapa gangguan mental yang sama.
Pada tahun 2010, sebuah penelitian dilakukan setelah peristiwa Perang Furqan (Operasi Cast Lead) di Palestina dan ditemukan bahwa hanya 1,3 persen anak-anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda “Post Traumatic Stress Disorder” (PTSD). Berdasarkan data dan hasil studi klinis oleh Kementerian Kesehatan Palestina, jalur Gaza telah menunjukkan bahwa pasien yang didiagnosis dengan PTSD sering memenuhi kriteria yang tepat dari depresi atau gangguan kecemasan umum tetapi tidak memenuhi kriteria PTSD secara keseluruhan. Pengamatan ini juga telah diakui oleh para psikiater Gaza. Dr. Eyad El Sarraj juga mengklaim bahwa sedikitnya 40 persen penduduk Palestina menderita depresi.
Jika angka gangguan jiwa tertinggi di Palestina sama dengan angka dunia, berarti ada sekitar 40.000 warga Palestina yang mengidap skizofrenia dan sekitar 400.000 orang akan mengalami depresi dalam hidupnya. WHO memperkirakan hanya 4.500 pasien yang telah mengakses layanan pengobatan terkait setiap tahunnya. Namun, Kementerian Kesehatan Palestina meyakini bahwa jumlah pasien di lapangan yang membutuhkan akses lebih dari jumlah yang terlapor.
Seperti yang dijelaskan oleh Ust. Miftahudin Kamil selaku Direktur Aman Palestin Indonesia, bahwa di Indonesia yang negaranya tidak dalam penjajahan, masalah kesehatan mental sudah mulai banyak yang aware atau sadar akan pentingnya menjaga kesehatan mental.
“Di Indonesia saja kesehatan mental ini sudah dianggap dan diatasi dengan serius, lalu bukankah masalah mental di negara yang dilanda perang seharusnya menjadi salah satu hal yang dianggap sebagai prioritas? Apalagi dengan masalah trauma yang dapat terjadi pada kanak-kanak. Maka dari itu kita perlu menyediakan lebih banyak Rumah Sakit Mental atau tempat rehabilitasi yang mampu memberikan fasilitas pada lebih banyak pasien daripada negara yang tidak bergolak” ucapnya.
Oleh karena itu, Aman Palestin mengadakan Program Wakaf Rumah Sakit Mental ini dengan tujuan menyediakan tempat rehabilitasi mental dengan layak, memberikan pelayanan pengobatan dan rehabilitasi secara menyeluruh meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan, serta mengelola dan merawat pasien gangguan jiwa secara professional, meningkatkan jumlah tempat tidur dari 35 tempat tidur menjadi 160 tempat tidur untuk orang yang menderita sakit kejiwaan, meningkatkan kesadaran akan konsep kesehatan mental dan mengurangi stigma negatif, juga menyediakan lingkungan yang aman untuk pasien rawat inap, dan membangun kapasitas sumber daya manusia sebagai pendukung.
Alhamdulillah, saat ini proyek pembangunan Rumah Sakit Mental dan Rehabilitasi (Rumah Sakit Aman Palestin) yang juga bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Palestina masih berjalan di bawah pengawasan kantor teknik. Proyek Rumah Sakit ini merupakan proyek pembangunan ulang satu-satunya RS kesehatan jiwa di Gaza yang akan melayani masyarakat Gaza yang menderita gangguan jiwa, khususnya anak-anak.
Sampai saat ini, pembangunan RS mental ini sudah mencapai tahap satu yaitu pengecoran beton pada langit-langit basement gedung pemulihan kesehatan mental atau Gedung C, yang rencananya akan meliputi berbagai komponen seperti Ruang Bawah Tanah yang akan dialokasikan sebagai Ruang Arsip, Apotek, dan Ruang Laundry, kemudian Lantai Dasar sebagai Unit Gawat Darurat, bagian administrasi, bagian hukum, Klinik Rawat Jalan ACT, EEG, lapangan/ruang bermain, Lantai Satu sebagai Bangsal Pasien Parah & Kronis, ruang medis dan perawatan, dan Lantai Dua sebagai Bangsal Pasien Wanita & pasien yang mengalami kecanduan, serta ruang perawatan.