REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono Suroso, mengatakan, MK telah memberi rambu-rambu pengangkatan penjabat kepala daerah dalam pertimbangan hukum putusan pada perkara uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Dia menyampaikan, dalam memberikan rambu-rambu ini, MK merujuk pada ketentuan UU Aparatur Sipil Negara (ASN), UU TNI, dan UU Polri.
"Yang menarik di situ, yang Undang-Undang Nomor 5/2014 (UU ASN) itu, jabatan ASN diisi oleh pegawai ASN, jabatan ASN tertentu dapat diisi dari TNI/Polri," ujar Fajar dalam diskusi daring yang disiarkan Youtube Public Virtue Research Institute, Rabu (25/5/2022) kemarin.
Dia mengatakan, ketentuan jabatan ASN tertentu dapat diisi dari TNI/Polri membuka peluang bagi kalangan bukan pegawai negeri sipil (PNS) ditunjuk menjadi penjabat kepala daerah. Dia menjelaskan, dalam UU Pilkada, penjabat gubernur diangkat dari pejabat pimpinan tinggi madya dan penjabat bupati/wali kota diangkat dari pejabat tinggi pratama.
Namun, UU ASN membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu, sepanjang dengan persetujuan presiden dan pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam keputusan presiden. UU ASN juga membuka peluang pengisian jabatan pimpinan tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif.
Hal tersebut dilakukan apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif. Jabatan pimpinan tinggi dimaksud dapat pimpinan tinggi utama, pimpinan tinggi madya, dan pimpinan tinggi pratama.
Untuk menjelaskan aturan tersebut, selain UU ASN, MK juga merujuk pada UU TNI dan UU Polri. Fajar mengatakan, disebutkan dengan jelas dalam Pasal 47 UU Nomor 34/2004 tentang TNI, prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Namun, ada ketentuan yang menyebutkan, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung. Hal ini sepanjang atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
Di samping itu, Pasal 28 UU Nomor 2/2022 tentang Polri menyatakan, anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Jabatan di luar kepolisian dimaksud adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari kepala Polri (Kapolri).
"Yang ditegaskan dalam putusan Mahkamah itu kemudian adalah sepanjang seseorang itu sedang menjabat sebagai pimpinan tinggi madya atau pimpinan tinggi pratama, maka sebetulnya yang bersangkutan itu dapat diangkat sebagai penjabat kepala daerah," kata Fajar.