REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit perbankan nasional tumbuh 9,10 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2022. Hal ini didorong penyaluran intermediasi ke sektor pertambangan dan manufaktur.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan secara sektoral, kredit sektor pertambangan dan manufaktur mencatatkan kenaikan terbesar yang masing-masing sebesar Rp 21,5 triliun (month to month/mtm) dan Rp 20,8 triliun (mtm).
“Data OJK per April menunjukkan kredit perbankan tumbuh sebesar 9,10 persen (yoy) atau 3,69 persen(year to date/ytd) meningkat signifikan dari Maret tumbuh 6,67 persen (yoy),” ujarnya berdasarkan data statistik OJK, Kamis (26/5/2022).
Menurutnya pertumbuhan kredit kedua sektor tersebut disokong dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 10,11 persen (yoy) atau 0,08 persen (ytd). “Peningkatan kinerja intermediasi tersebut terjadi di tengah kondisi perekonomian global yang masih menghadapi tekanan inflasi, yang memicu agresivitas pengetatan kebijakan moneter oleh mayoritas bank sentral dunia,” ucapnya.
Sementara itu, profil risiko industri perbankan pada April 2022 dinilai OJK masih relatif terjaga. Tercatat rasio kredit bermasalah (non-performing Loan/NPL) gross perbankan sebesar tiga persen sedangkan NPL net 0,83 persen.
“Likuiditas perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK pada April 2022 terpantau masing masing level 131,21 persen dan 29,38 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen,” ucapnya.
Anto juga menyebut industri perbankan juga dapat memenuhi peningkatan rasio giro wajib minimum lanjutan sebesar satu persen pada Juni 2022 dengan likuiditas yang dipandang masih memadai, untuk menyalurkan kredit dalam rangka melanjutkan momentum pemulihan ekonomi.