REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H Mahyeldi, SP, Dt Marajo, Gubernur Sumatra Barat
Telah menjadi tradisi turun temurun bagi umat Islam Indonesia untuk melakukan Halal bi Halal setelah perayaan Idul Fitri. Bermaafan di saat Idul Fitri akan terasa indah dan menyentuh hati jika dilakukan dengan Halal bi Halal, sambil mendatangi maupun menerima tamu di rumah dengan suguhan makanan dan minuman.
Bahkan, di tengah pandemi, Halal bi Halal tetap dapat dilakukan. Bertemu dan bermaafan melalui sistem daring dengan suatu aplikasi. Halal bi Halal model begini, cakupannya malah lebih luas. Silaturahim dan bermaafan dengan kerabat dan sahabat lintas negara.
Galibnya, Halal bi Halal bukan saja milik kelompok, paguyuban masyarakat, organisasi atau lembaga swasta. Akan tetapi dalam birokrasi pemerintahan, mulai dari tingkat nagari hingga ke pusat, Halal bi Halal juga dilakukan. Menariknya, sejumlah partai politik juga menjadikan momentum bulan Syawal sebagai sarana untuk mencairkan suasana, merajut kembali jembatan hati, membangun komunikasi dengan sesama pengurus ataupun lintas partai dalam kemasan acara Halal bi Halal.
Menurut ulama fikih, sesuatu itu ditetapkan status hukumnya menjadi boleh, makruh, haram, sunnah atau wajib, tidak melihat kepada penamaan, tetapi pada esensi atau hakikat dari perbuatan atau perilaku mukallaf. Melihat pada hakikat Halal bi Halal yang sejatinya adalah bertemu atau bersilaturahim setelah sekian lama tidak bersua secara fisik dan bahkan terputus komunikasi karena kesibukan masing-masing. Dalam pertemuan tersebut dilakukan diskusi ringan, sedang dan bahkan serius. Mulai dari kondisi kesehatan, jumlah anak, kondisi kerja, rencana berminantu, hingga lowongan kerja.
Pada acara Halal bi Halal yang agak resmi terkadang juga diangkatkan kegiatan santapan rohani dengan mengundang penceramah dan kemudian ditutup dengan saling bermaafan, mendoakan, serta makan bersama. Karena begitu lebih kurang esensi Halal bi Halal, maka wajar mayoritas ulama tidak berani memakruhkan atau berpendapat bahwa hukum Halal bi Halal adalah haram.
Namun mereka lebih cendrung membolehkannya, sehingga terus menjadi tradisi di Indonesia, terutama masyarakat di Sumatera Barat hingga detik ini.
Khusus bagi kita masyarakat Sumatera Barat yang punya kebiasaan merantau sejak dulunya, maka bulan Ramadhan dan khususnya bulan Syawal adalah momentum untuk mudik atau pulang kampung, bertemu keluarga, karib kerabat dan teman sepermainan sejak dulu. Karena jumlah anggota yang sangat banyak, maka cara silaturrahim adalah dengan event Halal bi Halal, sebelum balik merantau.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melihat event Halal bi Halal adalah peluang untuk membangun relasi, jaringan dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah yang di ranah dengan masyarakat dan tokoh yang ada di rantau. Even Halal bi Halal dalam skala kecil ataupun besar juga akan berimbas kepada geliat ekonomi masyarakat, khususnya di bidang kuliner dan pariwisata. Efek dominonya sudah pasti akan dirasakan juga oleh UMKM sektor makanan di Sumbar yang jumlahnya mencapai 158.018 usaha.
Selain itu, peluang percepatan pembangunan tentu juga ikut terbuka lewat momentum Halal bi Halal. Kesempatan silaturahim dengan pemerintah pusat, perantau, dan investor akan menjadi waktu yang tepat untuk menyampaikan agenda dan mengevaluasi pembangunan Sumbar. Seperti contoh, urusan transportasi, jalan tol, pelayanan di objek wisata, jaringan sinyal seluler, jalan berlubang, serta catatan-catatan lainnya.
Maka untuk mempercepat penyelesaiannya, mengurai persoalan, serta mencari solusi yang cepat dan akurat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terus pro aktif untuk berkomunikasi dengan semua pihak dalam momentum Halal bi Halal. Komunikasi akan selalu terbangun secara intens. Diharapkan setelah itu hubungan antara ranah dan rantau serta pemerintah pusat semakin kokoh dan konkrit.
Setelah beberapa hari yang lalu kami bersilaturrahim dengan perantau dan tokoh minang, mudah-mudahan di akhir Syawal nanti kita juga dapat bersilaturrahim dengan anggota DPR RI asal Sumatera Barat ataupun yang berdarah Minang. Harapan kita tentunya, potensi yang begitu besar yang ada di Senayan dan Jakarta akan dapat mempercepat pembangunan Sumbar ke depan. Tentunya dalam mewujudkan masyarakat Sumbar Madani yang unggul dan berkelanjutan.
Hubungan baik yang terus terjalin, serta silaturahim yang kuat, akan mendatangkan limpahan "rejeki" bagi Sumatera Barat. Harapan kita ke depan, di Hari Idul Fitri mendatang, perantau yang ingin Halal bi Halal di kampung halaman akan mudah dan cepat sampai dengan telah terbangunnya jalan tol. Jalan tak lagi berlubang, semua teraspal "rancak". Perantau disambut dengan objek wisata yang nyaman dan aman ketika dikunjungi. Bagi yang tak sempat mudik, komunikasi dan silaturahim akan berjalan lancar lewat jaringan seluler yang kuat dan cepat. Semoga semua lekas terwujud. Mohon doanya.