Rawan Manipulasi, Masyarakat Diminta Cerdas Memilah Informasi
Red: Fernan Rahadi
Informasi di media sosial (ilustrasi) | Foto: tnea.in
REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Bagi bangsa Indonesia yang multikultural dan kaya akan keberagaman, menjadi penting untuk senantiasa menjaga harmoni dan kerukunan bangsa dari segala narasi segregasi. Negara dirasa harus hadir guna mencerdaskan masyarakat untuk dapat bijak memilah informasi dari kampanye terselubung pemecah kerukunan dengan dalih kebebasan bersuara.
Hal serupa juga dikatakan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Sulawesi tengah (FKPT Sulteng), Muh Nur Sangadji. Menurutnya sudah saatnya masyarakat dicerdaskan untuk dapat bijak menanggapi segala situasi dan informasi di era narasi segregasi, intoleransi dan upaya-upaya pemecah belah kebinekaan dan kerukunan bangsa.
"Masyarakat kita perlu dididik untuk dapat menyelaraskan bersama antara pikiran dengan hati, antara emosi dengan logika jadi sama-sama itu harus disatukan," ujar Muh Nur Sangadji di Palu, Kamis (26/5/2022).
Tidak hanya itu, pria yang juga merupakan dosen Fakultas Peternakan Universitas Tadulako Palui ini juga menilai masyarakat harus dapat melek atau tidak tidur terhadap semua informasi. Pasalnya dewasa ini sudah menjadi tabiat yang melekat bahwasanya informasi seringkali dimanipulasi untuk kepentingan tertentu.
"Masyarakat harus melek informasi, dan informasi itu punya tabiat dikurangi dan ditambahkan, yang kita sebutkan dengan akurasi informasi itu, Oleh karena itu masyarakat kita harus di edukasi untuk menjadi dewasa, untuk menerima dan menanggapi suatu peristiwa yang terjadi," jelasnya.
Untuk itu, pria yang lahir di Tidore, Maluku Utara ini menilai pentingnya peran para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam membangun komunikasi yang baik dan sehat di tengah masyarakat.
“Tokoh-tokoh ini punya peluang yang lebih besar untuk mendewasakan masyarakat. Karena tokoh agama dan tokoh masyarakat ini lebih dekat dengan masyarakat, membangun komunikasi, karena banyak hal itu tidak terselesaikan karena komunikasi. Banyak hal yang menjadi masalah karena tidak dikomunikasikan,” katanya.
Tidak hanya itu, Nur Sangadji juga berharap pemerintah mampu menjadi matchmaker di tengah persoalan maraknya narasi liar tersebut. Pemerintah harus mampu mempertemukan berbagai tokoh, pihak dan kalangan untuk duduk bersama dan berdialog.
“Pemerintah harus lebih proaktif, dan harus bisa menjadi agent of matchmaker. Jadi dia yang mempertemukan ini, pemerintah mempertemukan tokoh agama, semua pihak didudukkan jadi satu, untuk berkomunikasi dan menjadi fasilitator,” kata Nur Sangaji mengakhiri.