REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati mengomentari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melaporkan temuan dana Rp 289,5 miliar program kartu prakerja salah sasaran. Menurutnya, temuan tersebut menunjukkan pemerintah gagal melakukan evaluasi saat program pelatihan kartu prakerja dihentikan sementara tahun 2020, silam.
Selain itu, temuan BPK semakin menguatkan rekomendasi KPK yang sempat meminta agar program kartu prakerja dihentikan. Bagi Kurniasih, proses evaluasi yang dijanjikan pemerintah terhadap program kartu prakerja tidak menemukan hasilnya.
"Dulu program pelatihan dihentikan alasannya untuk evaluasi, lalu ada rekomendasi KPK agar program ini dihentikan, jawaban dari pemerintah sama, akan melakukan evaluasi. Berjalan hingga kini tervalidasi jika proses perbaikan terhadap program ini tidak berjalan," kata Kurniasih dalam keterangannya, Kamis (26/5/2022).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengingatkan agar catatan-catatan dari lembaga penegak hukum dan auditor pemerintah tidak dianggap angin lalu. Sebab, bagi program yang dianggarkan hingga Rp 20 triliun ini, adanya dana yang tidak tepat sasaran hingga ratusan miliar mengindikasikan pengelolaan program ini karut marut.
"BPK bisa menindaklanjuti temuan ini dengan melibatkan penegak hukum, apakah ada unsur kerugian negara di dalamnya? Sebab, ini tidak main-main, kita sedang menggunakan anggaran negara dalam kondisi sulit. Hati-hati menggunakan anggaran sementara rakyat terus ditarik berbagai iuran, kenaikan pajak hingga kenaikan harga bahan pokok," kata Kurniasih.
Kurniasih mengaku sejak lama meminta agar program kartu prakerja dihentikan total kemudian dilakukan evaluasi menyeluruh. Menurutnya, program yang baik tanpa pelaksanaan yang baik dampaknya hanya akan menghamburkan anggaran.
"Persoalan kartu prakerja ini tak pernah selesai mulai dari platform pelatihan yang menimbulkan conflict of interest dengan perusahaan staf ahli presiden waktu itu, temuan KPK, banyaknya joki kartu prakerja, pengawasan yang tidak maksimal karena program ini di bawah Menko Perekonomian yang secara pengawasan di DPR tidak spesifik dan kini muncul temuan anggaran tidak tepat sasaran yang melibatkan dana sangat besar," terang Kurniasih.