Jumat 27 May 2022 07:29 WIB

AS Perdebatkan Pengendalian Senjata Saat Penembakan Massal Terus Terjadi

Kubu Partai Demokrat kerap berdebat dengan Republik soal senjata api dan penembakan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Petugas berkumpul di luar Robb Elementary School setelah penembakan, Selasa, 24 Mei 2022, di Uvalde, Texas. Penegakan hukum, dan responden pertama lainnya, berkumpul di luar Robb Elementary School setelah penembakan, Selasa, 24 Mei 2022, di Uvalde, Texas. Law enforcement, and other first responders, gather outside Robb Elementary School after the shooting, Tuesday, May 24, 2022, in Uvalde, Texas. Penegak hukum, dan responden pertama lainnya, berkumpul di luar Sekolah Dasar Robb setelah penembakan, Selasa, 24 Mei 2022, di Uvalde, Texas. Law enforcement, and other first responders, gather outside Robb Elementary School after the shooting, Tuesday, May 24, 2022, in Uvalde, Texas, Amerika Serikat
Foto: AP Photo/Dario Lopez-Mills
Petugas berkumpul di luar Robb Elementary School setelah penembakan, Selasa, 24 Mei 2022, di Uvalde, Texas. Penegakan hukum, dan responden pertama lainnya, berkumpul di luar Robb Elementary School setelah penembakan, Selasa, 24 Mei 2022, di Uvalde, Texas. Law enforcement, and other first responders, gather outside Robb Elementary School after the shooting, Tuesday, May 24, 2022, in Uvalde, Texas. Penegak hukum, dan responden pertama lainnya, berkumpul di luar Sekolah Dasar Robb setelah penembakan, Selasa, 24 Mei 2022, di Uvalde, Texas. Law enforcement, and other first responders, gather outside Robb Elementary School after the shooting, Tuesday, May 24, 2022, in Uvalde, Texas, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kepemilikan senjata api menjadi isu panas yang masih diperdebatkan di Amerika Serikat (AS). Pengendalian akses senjata api menjadi salah satu masalah yang telah memecah belah antarnegara bagian meski penembakan massal terus terjadi di AS.

Kubu Partai Demokrat yang setuju dengan pembatasan akses ketersediaan senjata api, kerap berdebat dengan kubu Republik yang berpendapat bahwa senjata api bukan akar penyebab penembakan massal dan hak untuk memiliki senjata dilindungi oleh Konstitusi AS.

Baca Juga

Presiden Joe Biden mengatakan, hak konstitusional untuk memilili senjata "tidak mutlak" dan tidak pernah ada. Biden menyerukan agar ada pembatasan baru pada pembelian dan kepemilikan senjata. Hal itu mengacu pada amandemen konstitusi yang memberi hak kepada orang Amerika terkait pembelian senjata.

"Amandemen Kedua tidak mutlak. Ketika disahkan, Anda tidak dapat memiliki senjata tertentu. Ada batasan," ujar Biden.

Undang-undang tersebut merupakan bagian dari Bill of Rights 1791, yang menyatakan, "milisi yang diatur dengan baik, yang diperlukan untuk keamanan Negara yang bebas, hak rakyat untuk memiliki dan membawa senjata, tidak boleh dilanggar. Biden mengkritik National Riffle Association, atau lobi senjata yang kuat di AS, untuk menentang upaya memberlakukan peraturan yang lebih kuat pada industri senjata. 

"Di mana keberanian untuk berdiri di lobi yang sangat kuat?," ujar Biden.

Biden mendesak Senat untuk segera mengkonfirmasi Steven Dettelbach, yang merupakan kandidat kepala Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak. Dettelbach memiliki misi untuk menegakkan undang-undang senjata AS. Dettelbach, yang merupakan mantan pengacara AS dari Ohio, muncul di sidang konfirmasi Senat pada Rabu (25/5/2022).

Juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre mengatakan, sangat penting memiliki seorang pemimpin yang berpengalaman di Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak setelah tujuh tahun kosong. Jean-Pierre mencatat bahwa Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak mempunyai peran kunci dalam menyelidiki penembakan di Buffalo dan Uvalde.

"Dengan kekerasan senjata setiap hari yang mengganggu terlalu banyak komunitas kita, sekaranglah waktunya untuk memberikan kepemimpinan kepada Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak untuk menegakkan undang-undang senjata kita dan membuat komunitas kita lebih aman," kata Jean-Pierre. 

Partai Demokrat dan Partai Republik di Senat AS membahas pengetatan tinjauan pembeli senjata. Pembahasan ini berlangsung setelah terjadi insiden penembakan di Robb Elementary School, di Uvalde, Texas pada Selasa (24/5) yang menewaskan 19 siswa dan dua guru. Ini adalah penembakan  paling mematikan selama hampir satu dekade.

Langkah pengendalian senjata kemungkinan tidak akan berhasil di Kongres. Langkah tersebut juga menjadi kendala di sebagian besar negara bagian. Beberapa negara bagian yang dikuasai Demokrat, mayoritas tidak mengambil tindakan terhadap pengendalian senjata dalam beberapa tahun terakhir atau telah bergerak agresif untuk memperluas hak kepemilikan senjata. Hal itu karena mereka dikendalikan secara politis oleh Partai Republik yang menentang pembatasan senjata atau terpecah secara politik, yang mengarah ke jalan buntu.

Setelah penembakan di Robb Elementary School, anggota parlemen Demokrat di seluruh negeri mengeluarkan permohonan kepada Kongres dan legislatif untuk meloloskan pembatasan senjata. Sementara Partai Republik sebagian besar menyerukan lebih banyak upaya untuk mengatasi kesehatan mental dan perlindungan di sekolah, seperti menambah penjaga keamanan.

Gubernur Texas Greg Abbott telah berulang kali berbicara tentang perjuangan kesehatan mental di kalangan anak muda. Dia mengatakan, undang-undang senjata yang lebih ketat seperti di New York dan Kalifornia tidak efektif.  

Gubernur Wisconsin Tony Evers telah berulang kali bentrok dengan Legislatif yang dikendalikan Republik atas undang-undang senjata. Dia telah menyerukan pengesahan pemeriksaan latar belakang universal dan undang-undang "bendera merah", tetapi diabaikan oleh Partai Republik.  

"Kami tidak dapat menerima bahwa kekerasan senjata terjadi begitu saja. Kami tidak dapat menerima bahwa anak-anak mungkin pergi ke sekolah dan tidak pernah pulang.  Kami tidak dapat menerima penolakan langsung dari pejabat terpilih untuk bertindak," ujar Evers.

Anggota Partai Republik Susan Collins dan Pat Toomey mengatakan, mereka telah melakukan kontak dengan Senator Demokrat Chris Murphy tentang kemungkinan undang-undang "bendera merah" untuk menolak akses senjata kepada orang-orang yang dianggap berbahaya. Termasuk memperketat pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata.

Murphy mengatakan, dia akan terus mengejar kesepakatan bipartisan. "Saya telah meminta Senator Schumer untuk memberikan ruang untuk melakukan percakapan itu selama 10 hari ke depan. Selama satu setengah minggu, kita akan tahu apakah ada peluang untuk mendapatkan RUU bipartisan atau tidak," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement