REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti pernyataan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto yang mempersilakan masyarakat mencari Harun Masiku menggunakan biaya sendiri. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai pernyataan itu menunjukkan kegagalan lembaga anti rasuah untuk menangkap mantan caleg dari PDIP tersebut.
"Padahal, selama ini, KPK dalam melakukan operasinya seperti tangkap tangan selalu gembar gembor dan mengeklaim mendapat informasi dari masyarakat," ujar Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/5/2022).
Pernyataan Irjen Pol Karyoto itu disampaikan di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu (21/5/2022). Dalam pernyataannya, menurut Deputi Penindakan KPK tersebut, seorang buronan atau DPO jika ada masyarakat siapapun yang mengetahui keberadaan boleh melapor pada KPK. Namun kalau tidak percaya boleh ikut juga, tapi biaya sendiri.
"Dengan pernyataan tersebut, IPW menilai apa yang diungkapkan Karyoto mengisyaratkan bahwa KPK telah mengibarkan bendera putih, menyerah untuk mengejar tersangka eks caleg PDIP tersebut," tegas Sugeng
Sehingga, sambung Sugeng, ke depan disarankan aparat penegak hukum lainnya yakni Polri dan kejaksaan yang dibiayai uang rakyat mampu dilibatkan langsung menangkap Harun Masiku. Menurutnya, KPK jangan memutarbalik, masyarakat harus mencari buronan KPK yang sudah dua tahun tidak dapat ditemukan dengan biaya sendiri.
"Kalau, memang tidak mampu, harusnya KPK secara terus terang menyatakannya dan meminta bantuan kepada institusi lainnya termasuk TNI. Ketimbang mengimbau masyarakat boleh ikut mencari tapi dengan biaya sendiri," kata Sugeng.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Harun sebagai tersangka pemberi suap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, pada Januari 2020. Wahyu sendiri telah divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Vonis itu diperkuat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ditingkat banding.
Tapi, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman Wahyu Setiawan menjadi 7 tahun penjara. Sementara Harun Masiku, tersangka suap agar Wahyu memudahkannya untuk melenggang ke Senayan, resmi menjadi buronan internasional, terhitung sejak 30 Juli 2021.
Hal itu dipublikasikan KPK setelah mendapat informasi dari Interpol yang telah menerbitkan red notice untuk Harun Masiku. Namun, hingga kini KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku.